YANG
TERPENCIL MAKIN TERKUCIL,
YANG
PADAT MAKIN BERJUBEL
Fakta menunjukkan, banyak
sekolah dasar terutama di pinggiran desa memiliki jumlah guru sangat
memprihatinkan. Idealnya, jumlah guru pada satu sekolah dasar paling sedikit 8 orang.
Namun, ditemukan sekolah yang hanya memiliki 2 orang guru termasuk kepala
sekolah. Kondisi ini sebagian besar ditemukan
pada sekolah-sekolah yang berada di pinggiran desa. Hal sebaliknya, terjadi
pada sekolah-sekolah di perkotaan. Di mana, terjadi penumpukan jumlah guru di
satu sekolah sehingga kesulitan dalam memperoleh jam mengajar yang diwajibkan.
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap ketimpangan kualitas yang lebar antara
sekolah di pedesaan dengan perkotaan. Padahal, kuantitas siswa yang belajar di
sekolah-sekolah yang berada di pedesaan
jauh lebih besar tinimbang perkotaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar siswa yang belajar tidak mendapatkan pelayanan optimal. Jika
kondisi ini terjadi terus menerus dalam jangka waktu yang lama, dipastikan
dapat menghancurkan kualitas pendidikan. Lalu, mau dibawa kemana masa depan
pendidikan Indonesia?
Kekurangan guru dalam
sekolah diyakini berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran. Sekolah tidak
dapat melaksanakan pembelajaran secara optimal.
Guru-guru pun tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi masalah
tersebut. Hal ini terjadi karena kentalnya muatan politik dalam pendistribusian
dan penempatan guru-guru. Adanya otonomi daerah dan dinamika politik di daerah
menyebabkan guru sangat mudah mengalami mutasi. Akibatnya, kepentingan
pemerataan guru menjadi terabaikan dan dikalahkan oleh kepentingan penguasa dan
politik. Sekolah yang kekurangan guru terpaksa melakukan berbagai inovasi yang jauh dari kualitas apalagi prestasi.
Beberapa guru harus mengajar tiga kelas sekaligus. Di lain pihak ada juga guru
yang membiarkan satu kelas bermain di lapangan untuk mengisi kekosongan waktu
belajar. Artinya, telah terjadi pengingkaran terhadap upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Bahkan beberapa sekolah terpaksa memulangkan siswa-siswanya
lebih pagi akibat guru berhalangan melaksanakan tugas pembelajaran karena sakit
atau harus mengajar di kelas lain. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi
maka dipastikan menurunkan kualitas generasi muda di masa datang. Padahal,
tidak dapat dimungkiri bahwa generasi muda adalah penerus dan pengisi
pembangunan di masa datang.
Dampak langsung kekurangan
guru adalah tidak efektifnya kegiatan pembelajaran. Ketidakefektifan ini
berpengaruh terhadap kualitas trasformasi pengetahuan dan keterampilan oleh
guru kepada siswa. Akibatnya, siswa tidak dapat bertumbuh kembang sesuai dengan
harapan. Secara tidak langsung, kekurangan guru di sekolah berdampak terhadap
lingkungan masyarakat. Nuansa pendidikan dan pembelajaran tidak dapat hadir di
tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, tidak ditemukan perbedaan yang berarti
antara siswa yang bersekolah dengan tidak bersekolah. Kondisi ini akan
mempengaruhi persepsi masyarakat bahwa ternyta kehadiran sekolah tidak banyak
berpengaruh terhadap kecerdasan anak-anaknya. Sedikit demi sedikit namun pasti,
akan muncul persepsi di tengah-tengah msyarakat bahwa pendidikan tidak penting.
Ini adalah langkah mundur pembangunan pendidikan dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Jika kondisi ini terus berlangsung, persentase angka buta
aksara dipastikan semakin tinggi. Muara dari semua ini adalah menurunnya kualitas manusia Indonesia. Kualitas
manusia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan, serta sektor pendidikan
saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah di era otonomi daerah. Oleh
karena itu penerapan otonomi daerah hendaknya tidak dipengaruhi oleh
kepentingan politik semata. Pendistribusian dan pemerataan jumlah guru di
sekolah-sekolah wajib dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam kerangka
otonomi daerah dan demi peningkatan kualitas pendidikan. Jika hal ini dapat
diwujudnyatakan maka berbagai permasalahan dalam bidang pendidikan akan dapat
dicarikan solusi terbaiknya.
Lalu, siapa yang
bertanggung jawab terhadap berbagai permasalahan tersebut? Paling sedikit
terdapat tiga komponen utama yang harus terlibat secara aktif untuk mengatasi
permasalahan pendistribusian dan pemerataan guru pada sekolah-sekolah yang
berada di pinggiran desa. Ketiga komponen itu adalah pemerintah, orangtua siswa
dan masyarakat, serta sekolah. Ketiga komponen ini hendaknya saling bahu membahu
untuk mendukung dunia pendidikan sehingga dapat lebih efektif dan efisien.
Dukungan itu, dapat diberikan secara materiil maupun non materiil. Ketiga pilar
komponen pendidikan ini sama-sama memiliki peran yang strategis dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah.
Pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah hendaknya memiliki perencanaan yang jelas dan
terarah terhadap upaya untuk pendistribusian dan pemerataan guru di
sekolah-sekolah. Dalam hal ini, pemerintah daerah yang paling bertanggung jawab
manakala terjadi ketimpangan pendistribusian dan pemerataan guru di sekolah. Karena,
kepala daerah memiliki wewenang yang penuh untuk melakukan mutasi di sekolah-
sekolah di lingkungan daerahnya. Oleh karena itu jika terjadi pendistribusian
dan pemerataan guru yang tidak baik, maka patut diduga telah terjadi
penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah. Argumentasi ini didukung oleh
fakta-fakta, diantaranya terjadi mutasi guru dengan frekuensi dan kuantitas
yang tinggi. Mutasi ini terjadi tidak berdasarkan permohonan, serta tidak
menggunakan prosedur yang benar. Mutasi yang terjadi sangat kentara dan kental
dipengaruhi oleh dinamika politik terutama menjelang pilkada. Artinya,
pendidikan telah dimasuki ranah politik. Dengan kata lain telah terjadi
politisasi pendidikan. Jika ini tidak segera dilakukan kajian yang serius dan
mendalam maka diyakini akan mengganggu efektivitas pembelajaran dan pendidikan
di sekolah-sekolah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan otonomi daerah,
hendaknya melakukan penataan yang proporsional dan profesional demi kualitas
pendidikan di daerahnya. Kepentingan politik sedapat mungkin diminimalkan dan
bahkan di hilangkan sehingga pendidikan hanya untuk pendidikan tanpa tercemar kepentingan
politik. Tidak hanya itu, pemerintah pusat maupun daerah hendaknya memberikan
alokasi anggaran yang memadai serta selalu melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah. Sekali lagi, pendidikan hanya unuk
kepentingan pendidikan dan pendidikan
tidak untuk kepentingan politik.
Masyarakat tidak boleh
diam manakala menemukan informasi bahwa pembelajaran di sekolah tidak efektif
dan efisien. Orangtua siswa dan masyarakat melalui komite sekolah wajib
memberikan dukungan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah-sekolah. Komite sekolah bekerja sama dengan pihak sekolah melakukan
kajian untuk menemukan berbagai solusi dalam rangka mengantisipasi berbagai
kendala pembelajaran di sekolah. Fenomena distribusi dan pemerataan guru yang
tidak baik hendaknya segera dikomunikasikan dengan berbagai pihak terutama
pemerintah. Komunikasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan aktif
sehingga permasalahan tidak efektifnya pembelajaran di sekolah tidak terjadi
dalam waktu yang lama. Jika hal ini dilakukan diyakini krisis guru di sekolah
pinggiran desa dapat diatasi. Sehingga yang terpencil tidak semakin terkucil dan yang di kota malah berjubel. Dalam konteks
inilah maka peran serta orang tua siswa dan masyarakat hendaknya terus menerus
dihadirkan demi pendidikan untuk semua.
Sekolah sebagai satuan
pendidikan dituntut untuk terus melakukan inovasi dan kreasi dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketika terjadi kekurangan guru, pihak
sekolah yang dimotori oleh kepala sekolah harus melakukan langkah-langkah
antisipasi dengan segera. Langkah awal yang dilakukan adalah berkoordinasi
secara aktif dengan pihak dinas pendidikan baik di kecamatan maupun kabupaten.
Hal ini dimaksudkan agar segera diketahui adanya permasalahan tersebut.
Selanjutnya, guru-guru yang ada dapat melakukan berbagai inovasi, misalnya
melalui pembelajaran di lapangan dengan menyiapkan lembar kerja siswa,
pembelajaran kelompok di kelas yang berbasis masalah, memanfaatkan perpustakaan dengan tugas membuat
rangkuman serta kegiatan inovatif lainnya yang lebih banyak mengeksplorasi alam
sebagai media dan sumber belajar. Jika kondisi ini dapat di wujudnyatakan maka permasalahan
kekurangan guru dapat diantisipasi, serta pembelajaran dapat berjalan lebih
efektif. Pihak sekolah juga diharapkan proaktif berkomunikasi dengan komite
sekolah sehingga permasalahan segera dapat dicarikan solusinya. Pihak sekolah
dan komite sekolah dapat bersepakat untuk mencarikan guru honor dalam membantu
efektivitas pembelajaran di sekolah. Di lain pihak, sekolah dapat juga memohon
bantuan kepada komite sekolah untuk menghadirkan orang tua siswa yang bisa
membantu mengajar materi tertentu. Kondisi ini memiliki manfaat ganda, di satu
pihak mengatasi kekurangan guru di sekolah, di pihak lain memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pendidikan dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi,
jangan lagi ada yang terpencil makin terkucil, yang padat makin berjubel.
Penulis:
Ni Made Dian Fitriyani
Pembimbing:
Gede Putra Adnyana
Sekolah:
SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali
Juara
III Gema Lomba Karya Esai (Gelora Esai) Nasional Undiksha Tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda adalah Kebahagiaan Kami