SMAN 2 BUSUNGBIU, PUCAKSARI, BUSUNGBIU, BULELENG, BALI: MELAYANI DENGAN HATI DEMI PESERTA DIDIK YANG BERAKHLAK MULIA, BERPRESTASI DAN BERTANGGUNG JAWAB

Minggu, 26 Februari 2012

Rekayasa Nilai Siswa, Akses SMA Ditutup

Sekitar 10 SMA tidak memperoleh kesempatan mengikuti jalur undangan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri karena terbukti merekayasa nilai rapor siswa tahun lalu. Akses sekolah-sekolah itu diblokir oleh panitia seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri.

Salah satu bukti kecurangan diperoleh panitia SNMPTN dari pengakuan siswa yang direkomendasikan mengikuti jalur undangan. Menurut pengakuan siswa itu, nilai-nilai yang diterima panitia bukanlah nilai asli. Kecurangan ini ditemukan tahun lalu dan sanksi diberikan tahun ini. Beberapa sekolah curang itu sudah mengklarifikasi temuan itu dan membantah telah berbuat curang. Yang terjadi semata-mata kesalahan pengisian data.

Sampai saat ini sudah ada 6.400 sekolah yang mendaftarkan atau merekomendasikan siswanya melalui jalur undangan. Adapun siswa yang telah mendaftarkan dirinya setelah diusulkan sekolah mencapai 1.400 siswa. Hasil SNMPTN jalur undangan akan diumumkan pada 28 Mei 2012 pukul 18.00 WIB.

Sumber:
http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/24/08162527/Rekayasa.Nilai.Siswa.Akses.10.SMA.Ditutup

Kejujuran di negeri ini nyaris sebagai barang langka. Bahkan ketidakjujuran secara vulgar dipertontonkan oleh para politisi yang notabene pejabat Negara. Lalu, dari mana dan siapa harus membenahi kebobrokan ini? Jawaban pertama dan utama adalah sekolah dengan seluruh stakeholder pendidikan. Kenapa? Karena tidak dapat dimungkiri, saat ini hanya sekolah yang masih memiliki idealisme dan hati nurani. Walaupun, akhir-akhir ini sudah terjadi degradasi tetapi persentase masih relatif kecil. Artinya, sangat mungkin untuk dibenahi.

Ketidakjujuran di sekolah agaknya tidaklah berdiri sendiri. Faktor eksternal justru lebih besar berpengaruh tinimbang internal. Upaya para pendidik dan tenaga kependidikan untuk jujur dengan idealismenya terbentur oleh kepentingan politik. Sangat banyak kasus ketidakjujuran terjadi di sekolah karena adanya tekanan dari atasan. Ternyata, konsep asal bapak senang (ABS) masih mewarnai dunia pendidikan. Fenomena ini tidak dapat dibiarkan berkelanjutan. Harus ada regulasi dan reformasi dunia pendidikan demi idealisme, kejujuran, dan masa depan bangsa.

Dalam konteks inilah peran pendidik dan tenaga kepedidikan harus ditempatkan sebagai garda terdepan. Guru hendaknya diberikan otoritas dalam membimbing, mengawasi, menilai, dan memutuskan keberhasilan siswa. Guru hendaknya diposisikan sebagai orang yang paling relevan dan signifikan menentukan reward dan punishment kepada siswa. Sudahkah ini terwujud?

Saat ini sangat disadari ada kecenderungan menurunkan wibawa guru di mata siswa. Apa penyebabnya? Kesulitan guru memberikan punishment kepada siswa adalah salah satu penyebab. Padahal, siswa bersangkutan nyata-nyata tidak mempan dibina dan bahkan cenderung melawan. Penyebab lain, seperti sekolah dicap gagal, jika ada siswa yang tidak naik kelas/tidak lulus, desakan atasan (birokrasi) agar lulus 100%, permohonan orang tua agar anak-anaknya dapat lulus, dan rasa kasihan jika ada siswa yang gagal. Semua itu manusiawi. Akibatnya, kejujuran dan idealisme semakin langka di sekolah. Muara dari semua ini, sadar atau tidak sadar akan memperburuk sistem pendidikan nasional.

Mencermati hal tersebut, sudah saatnya kembali kepada roh pendidikan yang sesungguhnya. Yaitu, menumbuhkembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap akhlak mulia. Ketiga komponen ini terintegrasi dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Jangan ada dominasi pengetahuan terhadap sikap ataupun pengetahuan terhadap keterampilan. Keberhasilan belajar siswa adalah adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.

Guru merupakan orang yang pertama dan utama mengetahui kondisi ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu guru paling relevan dan signifikan menetukan keberhasilan belajar siswa. Harus terus dikumandangkan bahwa kegagalan siswa bukanlah hukuman, tetapi memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak introspeksi sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya dapat meningkat sesuai dengan potensinya.

Jadi, jangan lagi ada upaya mengebiri eksistensi guru, apalagi mengabaikan. Jika hal ini terjadi, maka masa depan bangsa dipastikan akan suram. (putradnyana).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda adalah Kebahagiaan Kami