SMAN 2 BUSUNGBIU, PUCAKSARI, BUSUNGBIU, BULELENG, BALI: MELAYANI DENGAN HATI DEMI PESERTA DIDIK YANG BERAKHLAK MULIA, BERPRESTASI DAN BERTANGGUNG JAWAB

Kamis, 12 Desember 2013

Menuju Hybrid Learning Models Pada Kurikulum 2013

MENUJU HYBRID LEARNING MODELS PADA KURIKULUM 2013
Oleh: Gede Putra Adnyana (putradnyana@gmail.com)
SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali

Perdebatan tentang kurikulum 2013 luar biasa pada tataran elit, tetapi biasa-biasa saja di kalangan pelaksana teknis, yakni guru dan siswa. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran pada sekolah-sekolah pelaksana kurikulum 2013 masih cenderung berpusat pada guru, satu arah, siswa pasif, tidak kontekstual, individualistik, miskin media, sedikit sumber belajar, dan kurang memanfaatkan teknologi informasi. Artinya, pesan-pesan kurikulum 2013 belum dapat terbaca, dimengerti, dan dipahami secara utuh dan terang benderang oleh sebagian besar kalangan guru.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersikukuh mengimplementasikan dan sangat meyakini “kesaktian” kurikulum 2013. Konsekuensi logis  dari hal itu, guru dan pihak berkepentingan lainnya harus membaca, mengertikan, dan memahami kembali kurikulum 2013 dengan cepat, tepat, dan utuh. Sebagai ujung tombak implementasi, guru harus bekerja keras membongkar seluk beluk kurikulum 2013, terutama dari sisi praksis, yakni kegiatan pembelajaran.
Pada hakikatnya, kurikulum 2013 mengamanatkan prinsip pembelajaran siswa aktif (student centered). Siswa dibimbing untuk melakukan kegiatan mengamati, menanya, menganalisis, dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu, guru wajib berkreativitas dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kreativitas para guru yang berorientasi pembelajaran siswa aktif, meniscayakan penggunaan waktu belajar lebih banyak. Pembelajaran tidak cukup berlangsung di sekolah dan di dalam kelas, yang bersifat formal dan memenjarakan. Dalam konteks ini, perlu tambahan alokasi waktu belajar siswa yang dapat berlangsung di rumah dan/atau di masyarakat, baik secara mandiri maupun kelompok. Artinya, pembelajaran dapat berlangsung dalam bentuk tatap muka dan tanpa tatap muka. Salah satu pembelajaran tanpa tatap muka adalah pembelajaran online. Gabungan pembelajaran tatap muka dan online ini, selanjutnya disebut dengan Hybrid Learning Models.
Beberapa institusi, terutama pada jenjang pendidikan tinggi telah mengimplementasikan Hybrid Learning Models. University of Washington, Bothell, misalnya, telah menerapkan Hybrid Learning Models dengan mengalokasikan waktu belajar secara online sebesar 25% sampai 50% dari waktu tatap muka di kelas. Hybrid Learning Models pada hakikatnya menawarkan gabungan dari berbagai model, metode, sarana, sumber, dan media pembelajaran. Situasi dan kondisi ini sejalan dengan tuntutan perubahan dalam kurikulum 2013.
Implementasi Hybrid Learning Models  meniscayakan variasi model, metode, sarana, sumber, dan media pembelajaran. Hal ini relevan dengan tingkat perkembangan psikologi siswa yang cenderung menyukai dan ingin mengetahui hal-hal baru. Mereka suka bereksperimen dan mengeksplorasi berbagai fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini diayakini dapat memacu lahirnya insan yang produktif, kreatif, dan inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Web Sekolah, Guru, dan Siswa
Dukungan seluruh stakeholders pendidikan di sekolah merupakan kunci sukses implementasi Hybrid Learning Models pada kurikulum 2013. Dukungan seyogyanya menyentuh langsung para guru dan siswa. Mereka diketuk hati nuraninya untuk memaksimalkan kegiatan pembelajaran. Dalam konteks ini para guru dan siswa diajak bersama-sama mengembangkan pembelajaran online. Kepala sekolah sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMAS-LIM), harus berada pada garda terdepan untuk memicu dan memacu implementasi Hybrid Learning Models.
Langkah awal yang dapat dilakukan, yakni dengan membangun dan mengembangkan web sekolah, setidaknya weblog. Web tersebut diharapkan berfungsi sebagai inisiator maupun stimulus dalam kerangka merangsang melek teknologi di kalangan guru dan siswa. Semua informasi tentang sekolah, guru, pegawai, siswa, materi pelajaran, kegiatan sekolah, dan informasi yang relevan dengan dunia pendidikan dapat diakses melalui web sekolah. Kondisi ini merupakan awal yang mulia untuk memulai Hybrid Learning Models yang memanfaatkan secara optimal berbagai model, media, dan sumber belajar. Dengan upaya tersebut, sekolah telah berkontribusi positif kepada warga sekolah untuk menumbuhkembangkan kompetensi dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi ke dalam pembelajaran.
Selanjutnya, sekolah mendorong guru-guru dan siswa mengoptimalkan implementasi Hybrid Learning Models dengan membuat web yang digunakan dalam pembelajaran. Ketika para guru telah memiliki web sendiri, setidaknya weblog, diyakini akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kompetensi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini berkembang pesat. Hal ini penting agar dapat menjawab enam pendorong utama teknologi pendidikan, yakni mobile learning, cloud computing, collaborative learning, mentoring, hybrid learning, dan student centered. Kompetensi ini sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 agar mampu menghadapi tantangan eksternal, yakni kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, serta pengaruh dan imbas teknosains.
Dengan pengembangan dan pemanfaatan web, guru dapat mengoptimalkan waktu dan metode pembelajaran. Dalam web guru, dimasukkan berbagai materi pelajaran, tugas-tugas siswa, petunjuk praktik, media tanya jawab, dan penilaian belajar siswa. Artinya, kompetensi guru untuk mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dengan materi pembelajaran dapat ditumbuh-kembangkan. Guru dapat memasukkan bahan ajar, video, animasi, simulasi, dan lembar kerja siswa dalam webnya sehingga dapat dieksplorasi atau diakses oleh siswa setiap saat. Secara sederhana, guru juga dapat menggunakan kolom komentar sebagai media interaktif, berdiskusi, dan bahkan menilai aktivitas siswa dalam memanfaatkan media belajar online. Fenomena ini diyakini mampu meningkatkan minat, motivasi, dan waktu belajar siswa di luar belajar tatap muka di dalam kelas.
Guru juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan email, misalnya membentuk group email untuk menjaga privasi siswa. Karena, ada kalanya tugas pembelajaran bersifat tertutup untuk menghindari duplikasi dan plagiasi tugas antarsiswa. Tugas-tugas ini dapat dikirim dalam bentuk file atau folder ke alamat email guru mata pelajaran yang telah ditentukan. Optimalisasi email ini meniscayakan guru dan siswa melek teknologi komputer dan internet. Terwujudnya situasi dan kondisi tersebut, diyakini dapat memaksimalkan waktu dan kesempatan belajar sehingga dapat menumbuhkembangkan kompetensi siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Para siswa juga dimotivasi membuat dan mengembangkan webnya masing-masing. Web siswa tersebut dapat dijadikan media untuk mengungkapkan pendapat atau jawaban terhadap tugas-tugas atau isu-isu yang dikaji. Guru dapat memberikan penilaian terhadap kualitas web siswa sebagai portofolio. Kondisi ini meniscayakan siswa untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan webnya, baik dari sisi desain, substansi, maupun interaksi. Secara langsung maupun tidak langsung, siswa berkreativitas terhadap berbagai tugas belajar yang dibebankan kepadanya. Dalam hal ini, siswa juga dapat mengeksplorasi web siswa lainnya sehingga mampu membandingkan dengan hasil karyanya. Kondisi ini akan membangun karakter siswa untuk menghargai karya orang lain, bahkan menghargai perbedaan yang menjadi keniscayaan bangsa Indonesia yang multikultural. Siswa didorong untuk terus melakukan refleksi diri guna dapat berkarya lebih baik demi menghasilkan produk yang lebih baik pula. Untuk menghindari duplikasi dan plagiasi, maka peran dan fungsi guru sebagai fasilitator, mediator, dan evaluator harus dilaksanakan dengan jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Agar fenomena duplikasi dan plagiasi ini dapat diminimalisir, perlu memberikan tugas yang berbeda pada setiap siswa dalam konteks dan konten pembelajaran yang relevan. Oleh karena itu, perlu dirancang jaringan antarguru dan antarsiswa sehingga dapat berinteraksi secara maksimal. Dalam konteks inilah Hybrid Learning Models mewujud nyata sebagai model pembelajaran andalan pada kurikulum 2013.
Akhirnya, Hybrid Learning Models, diyakini sebagai model pembelajaran yang relevan dalam implementasi kurikulum 2013. Pembelajaran tatap muka dan online terlaksana dengan efektif dan efisien, manakala jaringan web sekolah, guru, dan siswa dapat dioptimalkan.  Optimalisasi ini berimplikasi terhadap peningkatan waktu belajar siswa serta menumbuhkembangkan sikap kritis, inovatif, dan kreatif di kalangan guru dan siswa. Dengan Hybrid Learning Models pada kurikulum 2013, berbagai kompetensi yang menjadi tuntutan kurikulum 2013 dan tuntutan masa depan dapat diwujudnyatakan, seperti, kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, toleran terhadap perbedaan, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. (Penulis: Gede Putra Adnyana adalah guru pada SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali)


readmore »»  

Minggu, 24 November 2013

Soal Pra UAS Kimia Kelas XII dan XI Semester Ke-1


Ulangan Akhir Semester (UAS) tahun pelajaran 2013/2014 segera menjelang. Semua siswa pasti tertantang. Bahkan, bagi siswa kelas XII momentum ini hendaknya dijadikan tolok ukur untuk mengetahui tingkat kesiapan menghadapi Ujian Nasional (UN). 
Sebagai bahan persiapan, berikut disajikan soal-soal Pra UAS untuk mata pelajaran kimia kelas XII dan kelas XI, Semester ke-1. Semoga bermanfaat.

Bagi yang berkenan mengetahui lebih lanjut, silahkan unduh pada link berikut:


readmore »»  

Kamis, 03 Oktober 2013

Hasil Konvensi untuk UN 2014

Konvensi Ujian Nasional (UN) telah dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 26 – 27 September 2013. Konvensi UN ini diselenggarakan di Gedung Kemdikbud, Jakarta yang sedikitnya 350 peserta. Para peserta adalah mereka yang memiliki kepentingan dan kepedulian terhadap kondisi pendidikan nasional.
Berdasarkan penyampaian hasil rumusan konvensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa UN tetap dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu ini dilaksankan melalui peningkatan mutu lulusan sekolah sehingga mutu peserta didik dapat bersaing baik di dalam negeri, regional, dan internasional.
Paling sedikit terdapat 27 butir hasil rumusan konvensi UN rumusan untuk peningkatan mutu pendidikan, ykani:
1)     Pencapaian mutu sekolah dicapai dengan standar yang telah ditetapkan dan peningkatan standar secara berkala.
2)     Diadakannya UN mempunyai dasar hukum yang tercantum dalam peraturan perudang-undangan yang berlaku.
3)     Keberagaman kualitas sekolah di Indonesia memerlukan standar yang berlaku secara nasional yang pencapaiannya diukur melalui UN.
4)     UN mampu memberikan informasi pencapaian kompetensi sampai dengan ke tingkat sekolah dalam perbandingannya antar waktu, antar sekolah baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional sehingga dengan demikian dapat lebih tepat sasaran.
5)     Hasil UN dapat digunakan untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Hasil UN tingkat SMA dapat digunakan untuk pemetaan dan pembinaan.
6)     Untuk menjamin krediilitasnya, maka UN harus diselengarakan secara institusional dan profesional oleh suatu lembaga independen, pencapaiannya dikembangkan melalui roadmap secara bertahap. Sebelum terbentuknya badan independen yang dimaksud, peran pemerintah pusat dalam hal ini meliputi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) penyelengaraan UN meliputi:
a)    Penyusunan UN, pembuatan soal dengan melibatkan pendidik dan para ahli di bidangnya.
b)    Mekanisme yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, jumlah paket soal adalah 20 dengan tingkat kesukaran setara.
c)    penyiapan bahan ujian mengikuti tahapan dan prosedur pengembangan standar, termasuk di dalamnya kisi-kisi penulisan soal, telaah, uji coba, analisis butir dan perakitan.
7)     Pengandaan dan distribusi soal dilaksanakan provinsi dengan pengawasan pemerintah pusat dan perguruan tinggi negeri serta perguruan tinggi swasta.
8)     Keberhasilan peran pemerintah pusat (seperti yang dimaksud butir ke tujuh) dan dukungan dari lembaga terkait. Yaitu DPR, Kementerian Keuangan, dan kepolisian. Ketika ada force major, penundaan pelaksanaan UN harus dilakukan secara nasional.
9)     Panitia penyelenggaraan UN terdiri dari panitia penyelenggara tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
10)  Peran perguruan tinggi negeri dan swasta dalam UN meliputi pengawasan percetakan dan distribusi soal UN dari pendidikan dasar.
11)  Peran provinsi, dinas pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama dalam UN meliputi penyiapan bahan, pelaksanaan, termasuk distribusi UN, penggandaan, pemindaian dan skoring.
12)  Peran kabupaten/kota dalam UN meliputi distribusi dari satuan pendidikan, pemindaian dan peran satuan pendidikan dalam UN meliputi penyiapan biodata peserta didik, penentuan calon pengawas ruang ujian dan pegawasan di ruang ujian.
13)  Peningkatan kredibilitas dan aksesibilitas UN dilakukan dengan cara peningkatan koordinasi pemerintah pusat, daerah, perguruan tinggi negeri dan swasta, satuan pendidikan negeri dan swasta dalam UN.

Pendekatan sanksi hukum yang tegas akan dielaborasi tergantung kesalahan yang dilakukan.
14)  Pelaksanaan UN ke depan dilakukan melalui penjaminan aksesibilitas, kredibilitas dan akuntabilitas.
15)  Pembentukan lembaga mandiri profesional yang memiliki otoritas yang rintisan sistemnya melalui roadmap.
16)  Dalam penentuan kelulusan penggabungan nilai UN tetap pada komposisi 60-40 persen. Batas kelulusan standar nasional dari tahun ke tahun dinaikkan secara bertahap.
17)  Konstruksi soal UN terus menerus ditingkatkan sehingga dapat mengukur kemampuan peserta didik pada ranah kognitif yang lebih tinggi, kemampuan pada ranah afektif, kemampuan psikomotorik dan interaktif.
18)  Sasaran komposisi penggabungan nilai pada nilai kelulusan UN adalah 100 persen nilai UN dan 100 persen nilai sekolah dengan ketentuan bahwa semua peserta didik harus lulus di kedua nilai tersebut untuk dapat dinyatakan lulus pada jenjag penddidikan yang diikutinya. Sasaran ini akan dapat dicapai paling lama 5 tahun dengan pemenuhan delapan standar pendidikan.
19)  Pada penentuan kelulusan di tingkat sekolah, nilai rapor diberi nilai yang lebih tinggi dari UN dengan komposisi 70:30 yang diiringi dengan peningkatan kapasitas guru, terutama di bidang penilaian. Hal ini didasari pada nilai rapor merupaan hasil pengamatan berkesinambungan selama peserta didk mengikuti pendidikan pada jejang yang diikutinya.
20)  Nilai tiap semester pada sekolah dikirim ke dinas pendidikan kabupaten/kota, dan provinsi, serta ke Kementerian Agama melalui LPMP.
21)  Pengawasan dan pengamanan bahan ujian dilakukan dengan cara:
a)    Pengawasan dalam penyusunan kisi-kisi yang dilakukan pusat.
b)    Perakitan paket soal diawasi BSNP.
c)    Serah terima master soal diselenggarakan penyelenggara pusat ke provinsi disaksikan perguruan tinggi negeri dan swasta, kepolisian dan kanwil.
d)    Selama master soal belum dicetak, pengamanan dan pengawasan menjadi tanggung jawab kepolisian.
22)  Pengelolaan data peserta UN dilakukan dengan cara:
a)     Pengamanan nilai rapor dikirim setiap semester kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan provinsi.
b)     Pemerintah menetapkan dan menjalankan ketentuan serta sanksi yang tegas kepada dinas pendidikan yang  tidak mengirimkan nilai rapor calon peserta UN sesuai ketentuan yang berlaku.
c)     Pemerintah menetapkan batas waktu penyerahan data UN dan nilai rapor.
d)     Pengiriman nilai rapor dilakukan secara online. Bagi sekolah yang belum memiliki data online akan dipertimbangkan pada era berikutnya. Akan ada penyesuaian agar online bisa dilakukan pada sekolah tersebut.
23)  Penggandaan dan distribusi soal dilakukan berpegang pada penanggung jawab dan pengisian UN yang diawasi pusat, serta pengawasan dilakukan oleh perguruan tinggi. Naskah soal UN disimpan di tempat yang dapat dijamin keamanannya untuk hindari kebocoran soal di daerah terpencil maka bahan UN diberikan lebih awal dan dijaga ketat oleh aparat keamanan perguruan tinggi.
24)  Pengawasan pada saat UN akan berpegang pada:
a)     Pengawas pelaksanaan UN di satuan pendidikan akan diawasi perguruan tinggi, dewan pendidikan dan LPMP.
b)     Pengawas ruang ujian dilakukan secara silang oleh guru.
c)     Pengawas satuan pendidikan dan pengawas ruang ujian ditetapkan oleh perguruan tinggi yang berkorodinasi dengan dinas pendidikan.
d)     Aparat kepolisian saat pelaksanaan pengawasan tidak menggunakan pakaian dinas.
e)     Pengawas ruang yang melakukan pelanggaran wajib dikenakan sanksi.
25)  Pengolahan data hasil ujian akan mempertimbangkan:
a)     Pemindaian SMA yang dilakukan oleh perguruan tinggi, SMP oleh dinas provinsi, dan sekolah dasar oleh dinas pendidikan kabupaten/kota dengan batuan polisi.
b)     Penskoran hasil UN dilakukan oleh penyelengara pusat yang diawasi BSNP.
c)     Validasi nilai sekolah dilakukan oleh penyelenggara pusat dan diawasi BSNP.
d)     Salah satu fungsi penting UN adalah untuk pemetaan, maka dari itu Kemdikbud segera melakukan analisis hasil UN dan didistribusikan ke semua provinsi di seluruh Indonesia dengan meminta kepada semua pihak untuk menggunakannya sebagai rujukan utama pengembangan pedidikan.
26)  Perlu disusun pos penyelenggaraan UN yang komprehensif sebagai pedoman penyelenggaran nasional.


readmore »»  

Selasa, 27 Agustus 2013

Anggaran 5% untuk Perpustakaan Sekolah

Disinyalir masih banyak sekolah di Indonesia yang tidak memiliki tenaga profesional dalam mengelola perpustakaan. Selain itu, patut diduga masih banyak sekolah yang belum mengalokasikan dana sebesar lima persen untuk pengelolaan perpusatakaan, mulai dari pengadaan buku-buku, manajemen dan infrastruktur perputakaan. Kondisi ini menyebabkan eksistensi perpustakaan di beberapa sekolah termarginalkan. Padahal, sangat disadari bahwa perpustakaan adalah jantung-nya sekolah.
Wakil Menteri Bidang Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengakui keberadaan perpustakaan di sekolah bertalian dengan peningkatan prestasi siswa di sekolah bersangkutan. Hal ini dibuktikan dengan data di lapangan yang menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang sudah memiliki perpustakaan, nilai siswanya meningkat tajam. Rata-rata peningkatan akademik mencapai 21 persen. Untuk itulah, pemerintah akhirnya mengeluarkan UU Nomor 43 tentang Perpustakaan dan Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah. Diharapkan dengan regulasi ini, maka pemerintah dan sekolah wajib menegakkan peraturan tersebut, terutama yang menyangkut dengan urusan perpustakaan. Dalam konteks pemberian dana BOS, maka sekolah diharapkan menganggarkan lima persen dari dana BOS untuk perpustakaan.
Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pengelolaan perpustakaan di Indonesia, terutama menyasar berbagai bidang pendidikan yang ada. Diharapkan dengan adanya perangkat peraturan dan undang-undang tersebut, seluruh sekolah di Indonesia bisa meningkatkan mutu  perpustakaannya. Pemerintah sangat menyadari bahwa perpustakaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sekolah. Untuk itulah, bagi sekolah yang baru dibangun, pemerintah sudah langsung menyiapkan fasilitas ruangan untuk perpustakaan.
Dengan demikian, sekolah wajib mengarahkan perhatiannya kepada eksistensi perpustakaan. Mulai dari kelayakan gedung, kebersihan dan kenyamanan, jumlah koleksi buku, pelayanan kepada siswa, tenaga pengelola perpustakaan yang berkompeten, serta berbagai upaya untuk meningkatkan minat siswa berkunjung, membaca, dan meminjam buku-buku perpustakaan.  Jika kondisi ini dapat diwujudnyatakan, maka pelan tapi pasti harapan untuk meningkatkan kualitas sekolah demi generasi masa depan dapat wujudkan.


readmore »»  

Senin, 24 Juni 2013

Gaji Ke-13 dan BLSM Tahun 2013

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2013 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ketiga Belas Dalam Tahun Anggaran 2013 Kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun/Tunjangan, telah ditandatangani oleh  Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Juni 2013 di Jakarta.  Adapun besarnya gaji/pensiun/tunjangan ketiga belas adalah sebesar penghasilan sebulan yang diterima pada bulan Juni 2013 (Pasal 3 (1)). Pemberian gaji/pensiun/tunjangan bulan ketiga belas dibayarkan pada bulan Juni 2013 (Pasal 4 (1). Atau dalam hal pemberian gaji/pensiun/tunjangan bulan ketiga belas belum dapat dibayarkan pada bulan Juni 2013, pembayaran dilakukan setelah bulan Juni 2013 (Pasal 4, ayat (2)). 
Kehadiran gaji bulan ketiga belas adalah berkah sekaligus amanah. Gaji bulan ketiga belas dipastikan memberikan napas bantuan yang melegakan bagi kalangan PNS golongan bawah di tengah kenaikan harga BBM yang telah dilakukan pemerintah 22 Juni 2013. Kenaikan harga BBM telah mengangkat harga barang dan jasa pada semua aspek kehidupan. Kondisi ini dipastikan akan mencekik leher masyarakat/PNS golongan menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemberian gaji bulan ketiga belas hendaknya jangan ditunda-tunda terlalu lama. Jangan ada niat buruk dibalik kebaikan. Jangan ada dusta di tengah kejujuran. Semakin cepat semakin baik. Apalagi bulan-bulan ke depan banyak kegiatan kalangan masyarakat/PNS yang membutuhkan suntikan biaya. Seperti, penerimaan siswa baru, mahasiswa baru, membeli perlengkapan sekolah, dan Hari Raya Idul Fitri. Di lain pihak PNS pada semua lini harus siap meningkatkan profesionalismenya dalam bekerja demi meningkatkan pelayanan publik. Inilah tanggung jawab moral kalangan PNS sebagai konpensasi dari pemberian gaji bulan ketiga belas.
Pemerintah juga telah menggelontorkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk memperkecil dampak psikologis kenaikan harga BBM. Bantuan ini diberikan kepada masyarakat sasaran yang sangat merasakan dampak kenaikan harga BBM. Pihak pemerintah telah menyatakan sangat siap untuk penyaluran BLSM tersebut. Mulai tanggal 24 Juni 2013, BLSM sudah dicairkan di beberapa daerah. Dengan demikian, penyaluran BLSM dan gaji bulan  ketiga belas tahun 2013 memiliki manfaat yang relatif sama. Yakni, mengantisipasi dengan cepat dan segera dampak langsung akibat kenaikan harga BBM.
Adalah sangat bijaksana, jika upaya pemerintah tersebut tidak dipolitisasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Politisasi akan menyebabkan kebingungan di kalangan akar rumput yang akhirnya merugikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Politik semestinya hadir untuk menyejahterakan masyarakat dengan berbagai pendekatan. Warna boleh berbeda, tetapi tujuan harus disamakan, yakni menyejahterakan rakyat baik untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang. Politik bukan memperkokoh perbedaan, bukan juga pemaksaan kehendak. Politik bukan juga harus melakukan demonstrasi anarkis yang akhirnya merugikan semua pihak. Politik adalah perbedaan yang menyatukan dan perbedaan yang membawa keindahan demi kesejahteraan.  Oleh karena itu, dalam konteks BLSM dan pemberian gaji ketiga belas semua partai politik dan pihak-pihak yang berkepentingan harus memberikan dukungan moral dalam kerangka menyejahterakan masyarakat. Semoga.

Bagi yang berkenan mengunduh PP Nomor 48 Tahun 2013, silahkan di sini:
readmore »»  

Selasa, 28 Mei 2013

Membedah Program Bedah Rumah: Juara I Jurnalis Award Bali 2013


Adalah Kadek Rionita, siswa SMAN 2 Busungbiu kelas XI-IPA.1 dengan bangga mempersembahkan tropi sebagai Juara I, Jurnalis Award Bali 2013. Kompetisi karya tulis dalam bentuk esai ini diselenggarakan oleh Asosiasi Media Bali (AMB). Adapun kompetisi yang digelar tahun 2013 ini, bertajuk “Jurnalis Award Bali 2013”. Lomba dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Wartawan, Umum, Mahasiswa/Pelajar. Dalam hal ini, peserta mengkaji, mengkritisi, mengevaluasi, dan memberi solusi terhadap Program Bali Mandara yang menjadi Program Provinsi Bali 2008 – 2013.



Kompetisi menulis esai digelar sebagai salah satu upaya menumbuhkembangkan kemampuan berpikir analitis kritis di kalangan siswa. Karena, tidak dapat dimungkiri bahwa ada korelasi yang positif dan signifikans antara kemampuan berpikir kritis dengan prestasi belajar siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis diyakini berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. 

Dalam konteks inilah, Kelompok Ilmiah Siswa SMAN 2 Busungbiu (KIS Smandab), dengan segala kekurangan dan keberanian menyepakati untuk mengikuti kompetisi dimaksud. Persiapan, pengambilan data di lapangan, diskusi, penulisan, dan penyempurnaan karya tulis terus dilakukan agar menghasilkan karya yang layak dikompetisikan. Akhirnya, semua kerja keras itu dapat dituntaskan pada tanggal 9 Mei 2013 dengan berhasil menuntaskan karya tulis yang siap diikutkan dalam kompetisi Jurnalis Award Bali 2013.

Malam hari, tanggal 12 Mei 2013, sekitar pukul 20.00 Wita ada telepon dari panitia lomba Jurnalis Award Bali 2013. Isi telepon pada intinya menginformasikan bahwa ada karya tulis dari SMAN 2 Busungbiu masuk nominasi. Lebih detail disebutkan bahwa tulisan yang berjudul “Membedah Program Bedah Rumah” karya Kadek Rionita siswa kelas XI-IPA dinyatakan masuk nominasi juara. Oleh karena itu, panitia memanggil untuk menghadiri pengumuman juara pada tanggal 13 Mei 2013, pukul 09.00 Wita. Pengumuman dilaksanakan di Museum Bajra Sandhi, Renon, Denpasar. Namun, sebelumnya dilaksanakan seminar nasional dengan tema “Pers Yang Independen”.

Serangkaian kegiatan dilaksanakan pada pengumuman Jurnalis Award Bali 2013, mulai dari seminar nasional, pemberian penghargaan “Berita Award” kepada Gubernur Bali, dan pengumuman Juara “Jurnalis Award Bali 2013”. Akhirnya, tulisan yang berjudul “Membedah Program Bedah Rumah” karya Kadek Rionita dinyatakan sebagai Juara I, Jurnalis Award Bali 2013. Hasil ini tentu sangat membanggakan baik untuk Kadek Rionita, KIS Smandab, Maupun SMAN 2 Busungbiu.

Pada tulisan berjudul “Membedah Program Bedah Rumah”, Kadek Rionita mengkritisi program Bedah Rumah sebagai salah satu Program Bali Mandara yang bertujuan mempercepat pengentasan kemiskinian di Bali. Bahwa masyarakat sangat merasakan manfaat program bedah rumah, oleh karena itu harus dilanjutkan dengan berbagai penyempurnaan. Seperti, melibatkan krama desa, optimalisasi aparatur pemerintahan desa, petunjuk teknis yang jelas, serta melibatkan pemerintahan kabupaten. Jika semua ini bersinergi, maka diyakini kualitas dan kuantitas program bedah rumah niscaya dapat ditingkatkan. Muara dari semua itu adalah percepatan pengentasan kemiskinian demi kesejahteraan masyarakat Bali.

Perolehan Juara I, Jurnalis Award Bali 2013, dapat dijadikan sebagai motivasi bagi seluruh sivitas akademika SMAN 2 Busungbiu. Bahwa, walaupun sekolah berada di pinggiran dan usia masih muda, namun prestasi tidak boleh terpinggirkan. Semangat dan motivasi tinggi harus terus dikumandangkan untuk meraih prestasi demi prestise. Menyadari kelemahan-kelemahan yang dimiliki, maka sudah seharusnya seluruh warga sekolah melakukan kerja keras dengan kesungguhan yang tinggi. Muara dari semua itu adalah untuk mewujudnyatakan visi, misi, tujuan, dan program SMAN 2 Busungbiu. Pendek kata, kerja keras, kesungguhan, dan tanpa kepura-puraan adalah keniscayaan untuk mewujudkan SMAN 2 Busungbiu yang bermutu. Semoga

readmore »»