SMAN 2 BUSUNGBIU, PUCAKSARI, BUSUNGBIU, BULELENG, BALI: MELAYANI DENGAN HATI DEMI PESERTA DIDIK YANG BERAKHLAK MULIA, BERPRESTASI DAN BERTANGGUNG JAWAB

Kamis, 12 Desember 2013

Menuju Hybrid Learning Models Pada Kurikulum 2013

MENUJU HYBRID LEARNING MODELS PADA KURIKULUM 2013
Oleh: Gede Putra Adnyana (putradnyana@gmail.com)
SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali

Perdebatan tentang kurikulum 2013 luar biasa pada tataran elit, tetapi biasa-biasa saja di kalangan pelaksana teknis, yakni guru dan siswa. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran pada sekolah-sekolah pelaksana kurikulum 2013 masih cenderung berpusat pada guru, satu arah, siswa pasif, tidak kontekstual, individualistik, miskin media, sedikit sumber belajar, dan kurang memanfaatkan teknologi informasi. Artinya, pesan-pesan kurikulum 2013 belum dapat terbaca, dimengerti, dan dipahami secara utuh dan terang benderang oleh sebagian besar kalangan guru.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersikukuh mengimplementasikan dan sangat meyakini “kesaktian” kurikulum 2013. Konsekuensi logis  dari hal itu, guru dan pihak berkepentingan lainnya harus membaca, mengertikan, dan memahami kembali kurikulum 2013 dengan cepat, tepat, dan utuh. Sebagai ujung tombak implementasi, guru harus bekerja keras membongkar seluk beluk kurikulum 2013, terutama dari sisi praksis, yakni kegiatan pembelajaran.
Pada hakikatnya, kurikulum 2013 mengamanatkan prinsip pembelajaran siswa aktif (student centered). Siswa dibimbing untuk melakukan kegiatan mengamati, menanya, menganalisis, dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu, guru wajib berkreativitas dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kreativitas para guru yang berorientasi pembelajaran siswa aktif, meniscayakan penggunaan waktu belajar lebih banyak. Pembelajaran tidak cukup berlangsung di sekolah dan di dalam kelas, yang bersifat formal dan memenjarakan. Dalam konteks ini, perlu tambahan alokasi waktu belajar siswa yang dapat berlangsung di rumah dan/atau di masyarakat, baik secara mandiri maupun kelompok. Artinya, pembelajaran dapat berlangsung dalam bentuk tatap muka dan tanpa tatap muka. Salah satu pembelajaran tanpa tatap muka adalah pembelajaran online. Gabungan pembelajaran tatap muka dan online ini, selanjutnya disebut dengan Hybrid Learning Models.
Beberapa institusi, terutama pada jenjang pendidikan tinggi telah mengimplementasikan Hybrid Learning Models. University of Washington, Bothell, misalnya, telah menerapkan Hybrid Learning Models dengan mengalokasikan waktu belajar secara online sebesar 25% sampai 50% dari waktu tatap muka di kelas. Hybrid Learning Models pada hakikatnya menawarkan gabungan dari berbagai model, metode, sarana, sumber, dan media pembelajaran. Situasi dan kondisi ini sejalan dengan tuntutan perubahan dalam kurikulum 2013.
Implementasi Hybrid Learning Models  meniscayakan variasi model, metode, sarana, sumber, dan media pembelajaran. Hal ini relevan dengan tingkat perkembangan psikologi siswa yang cenderung menyukai dan ingin mengetahui hal-hal baru. Mereka suka bereksperimen dan mengeksplorasi berbagai fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini diayakini dapat memacu lahirnya insan yang produktif, kreatif, dan inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Web Sekolah, Guru, dan Siswa
Dukungan seluruh stakeholders pendidikan di sekolah merupakan kunci sukses implementasi Hybrid Learning Models pada kurikulum 2013. Dukungan seyogyanya menyentuh langsung para guru dan siswa. Mereka diketuk hati nuraninya untuk memaksimalkan kegiatan pembelajaran. Dalam konteks ini para guru dan siswa diajak bersama-sama mengembangkan pembelajaran online. Kepala sekolah sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMAS-LIM), harus berada pada garda terdepan untuk memicu dan memacu implementasi Hybrid Learning Models.
Langkah awal yang dapat dilakukan, yakni dengan membangun dan mengembangkan web sekolah, setidaknya weblog. Web tersebut diharapkan berfungsi sebagai inisiator maupun stimulus dalam kerangka merangsang melek teknologi di kalangan guru dan siswa. Semua informasi tentang sekolah, guru, pegawai, siswa, materi pelajaran, kegiatan sekolah, dan informasi yang relevan dengan dunia pendidikan dapat diakses melalui web sekolah. Kondisi ini merupakan awal yang mulia untuk memulai Hybrid Learning Models yang memanfaatkan secara optimal berbagai model, media, dan sumber belajar. Dengan upaya tersebut, sekolah telah berkontribusi positif kepada warga sekolah untuk menumbuhkembangkan kompetensi dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi ke dalam pembelajaran.
Selanjutnya, sekolah mendorong guru-guru dan siswa mengoptimalkan implementasi Hybrid Learning Models dengan membuat web yang digunakan dalam pembelajaran. Ketika para guru telah memiliki web sendiri, setidaknya weblog, diyakini akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kompetensi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini berkembang pesat. Hal ini penting agar dapat menjawab enam pendorong utama teknologi pendidikan, yakni mobile learning, cloud computing, collaborative learning, mentoring, hybrid learning, dan student centered. Kompetensi ini sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 agar mampu menghadapi tantangan eksternal, yakni kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, serta pengaruh dan imbas teknosains.
Dengan pengembangan dan pemanfaatan web, guru dapat mengoptimalkan waktu dan metode pembelajaran. Dalam web guru, dimasukkan berbagai materi pelajaran, tugas-tugas siswa, petunjuk praktik, media tanya jawab, dan penilaian belajar siswa. Artinya, kompetensi guru untuk mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dengan materi pembelajaran dapat ditumbuh-kembangkan. Guru dapat memasukkan bahan ajar, video, animasi, simulasi, dan lembar kerja siswa dalam webnya sehingga dapat dieksplorasi atau diakses oleh siswa setiap saat. Secara sederhana, guru juga dapat menggunakan kolom komentar sebagai media interaktif, berdiskusi, dan bahkan menilai aktivitas siswa dalam memanfaatkan media belajar online. Fenomena ini diyakini mampu meningkatkan minat, motivasi, dan waktu belajar siswa di luar belajar tatap muka di dalam kelas.
Guru juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan email, misalnya membentuk group email untuk menjaga privasi siswa. Karena, ada kalanya tugas pembelajaran bersifat tertutup untuk menghindari duplikasi dan plagiasi tugas antarsiswa. Tugas-tugas ini dapat dikirim dalam bentuk file atau folder ke alamat email guru mata pelajaran yang telah ditentukan. Optimalisasi email ini meniscayakan guru dan siswa melek teknologi komputer dan internet. Terwujudnya situasi dan kondisi tersebut, diyakini dapat memaksimalkan waktu dan kesempatan belajar sehingga dapat menumbuhkembangkan kompetensi siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Para siswa juga dimotivasi membuat dan mengembangkan webnya masing-masing. Web siswa tersebut dapat dijadikan media untuk mengungkapkan pendapat atau jawaban terhadap tugas-tugas atau isu-isu yang dikaji. Guru dapat memberikan penilaian terhadap kualitas web siswa sebagai portofolio. Kondisi ini meniscayakan siswa untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan webnya, baik dari sisi desain, substansi, maupun interaksi. Secara langsung maupun tidak langsung, siswa berkreativitas terhadap berbagai tugas belajar yang dibebankan kepadanya. Dalam hal ini, siswa juga dapat mengeksplorasi web siswa lainnya sehingga mampu membandingkan dengan hasil karyanya. Kondisi ini akan membangun karakter siswa untuk menghargai karya orang lain, bahkan menghargai perbedaan yang menjadi keniscayaan bangsa Indonesia yang multikultural. Siswa didorong untuk terus melakukan refleksi diri guna dapat berkarya lebih baik demi menghasilkan produk yang lebih baik pula. Untuk menghindari duplikasi dan plagiasi, maka peran dan fungsi guru sebagai fasilitator, mediator, dan evaluator harus dilaksanakan dengan jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Agar fenomena duplikasi dan plagiasi ini dapat diminimalisir, perlu memberikan tugas yang berbeda pada setiap siswa dalam konteks dan konten pembelajaran yang relevan. Oleh karena itu, perlu dirancang jaringan antarguru dan antarsiswa sehingga dapat berinteraksi secara maksimal. Dalam konteks inilah Hybrid Learning Models mewujud nyata sebagai model pembelajaran andalan pada kurikulum 2013.
Akhirnya, Hybrid Learning Models, diyakini sebagai model pembelajaran yang relevan dalam implementasi kurikulum 2013. Pembelajaran tatap muka dan online terlaksana dengan efektif dan efisien, manakala jaringan web sekolah, guru, dan siswa dapat dioptimalkan.  Optimalisasi ini berimplikasi terhadap peningkatan waktu belajar siswa serta menumbuhkembangkan sikap kritis, inovatif, dan kreatif di kalangan guru dan siswa. Dengan Hybrid Learning Models pada kurikulum 2013, berbagai kompetensi yang menjadi tuntutan kurikulum 2013 dan tuntutan masa depan dapat diwujudnyatakan, seperti, kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, toleran terhadap perbedaan, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. (Penulis: Gede Putra Adnyana adalah guru pada SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali)


readmore »»