Ada tiga risiko yang akan
dihadapi lembaga negara jika melobi oknum DPR, demikian Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) Mahfud MD memberikan analisis terhadap fenomena berbangsa dan
bernegara. Pertama, oknum-oknumnya dapat dihukum dan diadili. Kedua,
lembaga negara dan DPR akan tersandera oleh tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab. Dan ketiga, eksekutif dan legislatif akan memuaskan
nafsu sombong oknum yang dianggap penting. Hal itu berarti rakyat tidak
diperhatikan dengan baik oleh Negara.
Sesungguhnya, pejabat
lembaga Negara dan oknum DPR sangat memahami, bahwa tindakan yang merugikan
keuangan Negara niscaya dituntut oleh Negara melalui tangan kepolisian,
kejaksaan, maupun KPK. Proses pengelolaan keuangan Negara pada umumnya banyak
dilakukan dan diputuskan dengan cara lobi. Akibatnya, muncullah penyimpangan
yang menguntungkan oknum dan merugikan Negara. Lobi dilakukan, karena ingin
mendapatkan lebih dari yang seharusnya diterima. Tapi apa mau dikata, terkadang
tuntutan status yang ingin lebih tinggi dari kalangan pada umumnya memunculkan
upaya untuk mencari celah. Kecenderungan untuk tampil lebih tinggi inilah yang
menimbulkan nafsu angkara murka sehingga menjerat lehernya sendiri.
Fenomena pejabat lembaga
negara melobi oknum DPR diyakini merusak sistem ketatanegaraan. Lobi akan
menimbulkan tindakan yang menyalahi aturan. Lobi juga disinyalir menyebabkan
upaya dengan sengaja menutupi kebocoran, kecurangan, dan kekeliruan yang sudah
diketahui dan dilakukan. Jika semua tindakan destruktif yang kecil dibiarkan,
sedikit demi sedikit tapi pasti akan menimbulkan tindakan destruktif yang lebih
besar. Akibatnya, pengelolaan Negara keluar dari aturan hukum yang berlaku.
Kondisi ini dipastikan menyebabkan Negara gagal.
Kebiasaan lobi menyuburkan
kesombongan pejabat lembaga negara dan oknum DPR. Kesombongan karena memiliki
kekuatan dan kekuasaan untuk melakukan perubahan. Kesombongan ini menyebabkan
eksekutif dan legislatif sewenang-wenang menjalankan pemerintahan. Kong kali kong
antara pelaksana pemerintahan dan pengawas dapat menyebabkan pengelolaan Negara
menyimpang dari tujuan yang semula ditetapkan. Walupun itu melanggar aturan.
Akhirnya kesombongan itu akan menjadi-jadi dan menghancurkan tatanan kehiduapn
berbangsa dan bernegara. Pendek kata, fenomena melobi lebih banyak mudarat
tinimbang manfaat. Oleh karena itu fenomena melobi harus dihapuskan dari muka
bumi ini, karena tidak sesuai dengan peri kejujuran dan peri keadilan.
Dengan demikian,
pengelolaan Negara hendaknya dilakukan dengan aturan yang telah ditetapkan.
Sangat tidak elok jika eksekituf melobi legislatif. Apalagi sebaliknya,
legislatif melobi pejabat lembaga Negara. Lobi-melobi harus dihentikan. Semua
hendaknya dikembalikan kepada aturan main yang telah ditetapkan. Aturan pun
hendaknya terukur, objektif, dan berkeadilan. Pejabat Negara harus menjadi
contoh atau teladan. Sehingga, pejabat-pejabat di bawahnya dapat menjadikan
contoh agar tidak melakukan lobi-lobi yang bertentangan dengan aturan. Karena,
sesungguhnya lobi adalah tawar-menawar. Dan peristiwa tawar menawar hanya
dibenarkan terjadi di pasar antara pembeli dengan penjual. Sedangkan Negara
bukanlah pasar, sehingga sangat tidak dibenarkan mengadakan lobi. Apakah
Bapak/Ibu/Saudara setuju?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda adalah Kebahagiaan Kami