Nama Anies Baswedan tidak asing lagi di
telinga para generasi muda. Ide dan pemikirannya yang cerda membawa angin segar
bagi perubahan bangsa.
Pria kelahiran Kuningan, Jawa
Barat, 7 Mei 1969 ini menorehkan tinta emas sebagai intelektual muda nasional namun berprestasi global. Hal ini
dimulai sejak Anies menjadi peserta AFS, Intercultural Programs yakni program
pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika, tahun 1987. Ia kemudian menjadi
salah satu tokoh intelektual muda Indonesia.
Anies berhasil masuk dalam daftar
100 intelektual Publik Dunia oleh Majalah Foreign Policy. Anies tercantum di
majalah terbitan Amerika ini pada edisi April 2008. Dia merupakan satu-satunya
orang Indonesia yang tercantum namanya pada majalah tersebut.
Pria yang dikenal ramah dan
murah senyum ini berhasil mensejajarkan namanya bersama para intelektual muda
kelas dunia di antaranya Al Gore (aktivis lingkungan/mantan Wakil Presiden AS),
Francis Fukuyama (ilmuwan AS), Lee KuanYew (menteri mentor Singapura) hingga
pemenang Nobel perdamaian asal Bangladesh Muhammad Yunus. Hanya ini saja? Tentu
tidak.
Selain itu, pada April 2010
pria bernama lengkap Anies Rasyid Baswedan ini juga terpilih sebagai salah satu
dari 20 tokoh yang akan membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi
majalah Foresight.
Majalah terbitan Jepang ini menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan akan menjadi
perhatian dunia, salah satunya adalah nama Anies yang disematkan berdampingan
dengan 19 tokoh dunia lain seperti Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin,
Presiden Venezuela Hugo Chavez, Menlu Inggris David Miliband, anggota Parlemen
serta Sekjen Indian National Congress India Rahul Gandhi.
Siapa sesungguhnya sosok
cerdas yang sudah mendunia ini? Anies Baswedan berasal dari keluarga sederhana,
masa kecil Anies dihabiskan di Kota Pelajar, Yogyakarta. Lahir dari pasangan
Rasyid Baswedan dan Aliyah Rasyid keduanya merupakan dosen di salah satu
Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Sebagai informasi, Anies muda bukanlah seorang
bintang di kelasnya. Sejak kecil Anies malah tidak pernah juara kelas, tetapi
bakat kepemimpinannya sudah terlihat, saat kecil dia selalu proaktif
terhadap berbagai hal dibanding teman-teman seusianya.
Anies juga membentuk
perkumpulan anak-anak muda di kampungnya yang diberi nama ‘Kelabang’ (Klub Anak
Berkembang) pada usia yang relatif masih sangat muda yakni umur 7 tahun.
Bayangkan saja, di usia yang pada umumnya anak sedang asyiknya bermain kelereng
dia justru sudah memikirkan sesuatu pemikiran yang besar.
Anies boleh saja menjadi sosok
intelektual di masa kini, namun tahukah Anda, selain menjadi anak yang aktif,
Anies ternyata gemar adu jotos dengan teman-teman sebayanya.
"Semua orang saya anggap
sak tinju. Ditonjokin (dipukul) semua..." ucap suami dari Fery Farhati
Ganis, S.Psi. M.Sc, mengenang masa kecilnya. "Saya merasa terinspirasi
Muhammad Ali," ungkap Anies, menyebut idolanya petinju legendaris berkulit
hitam asal Amerika Serikat itu.
Lantaran gemar meninju
teman-teman sebayanya, baik di sekolah atau di lingkungan rumahnya di
Yogyakarta, berulangkali ia pun dipanggil kepala sekolah. “Saat kelas 1 dan 2
sekolah dasar, saya memang agak punya masalah," ucap ayah dari empat orang
anak ini.
Namun demikian, siapa sangka,
kegemarannya bertinju itu kelak mengantarnya gemar membaca buku, dan mengenal
tokoh-tokoh nasional dan dunia, serta belakangan membuatnya akrab dengan
istilah dan makna inspirasi.
Beranjak remaja, Anies tumbuh
menjadi seorang yang hebat dan berprestasi. Saat SMP, dia dipercaya menjadi
Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di sekolahnya SMP Negeri 5 Yogya. Anies
selalu dipercaya oleh guru-gurunya untuk tampil mewakili sekolahnya kala itu.
Hal yang lebih menakjubkan lagi ketika Anies duduk di bangku SMA Negeri 2
Yogya, Anies yang baru duduk di kelas satu sudah dipercaya menjadi ketua OSIS
SMA se-Indonesia, hal yang sangat jarang terjadi di setiap sekolah di seluruh
penjuru negeri ini.
Anies mengikuti program
pertukaran pelajar AFS Intercultural Programs di Indonesia yang diselenggarakan
oleh Bina Antarbudaya, selama satu tahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika
Serikat (1987-1988). Anies terpaksa menjalani masa SMA selama 4 tahun pada
(1985-1989).
Jiwa aktivis mengalir begitu
deras dalam sekujur tubuh Anies. Dia tumbuh menjadi pemuda aktif. Lulus dari
SMA dia lalu melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ekonomi UGM di tahun 1989,
Anies aktif di gerakan mahasiswa dan menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM.
Setelah meraih gelar
sarjananya tahun 1995, Anies mendapatkan beasiswa Fulbright untuk pendidikan
Master Bidang International Security and Economic Policy di Universitas
Maryland, College Park. Berkat prestasi-prestasinya yang sangat gemilang,
sewaktu kuliah, dia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School
of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Student Award.
Tak hanya sampai di situ, 10
tahun kemudian Anies kembali melanjutkan pendidikan doktoralnya menggunakan
jalur beasiswa di Universitas Northern Illinois, Amerika Serikat dan dapat
menyelesaikan disertasinya dengan sangat baik.
Setelah menyelesaikan
studinya, ia pun langsung pulang ke Indonesia, kiprahnya di Jakarta begitu
hebat. Selain berprofesi sebagai intelektual, Anies selalu mengisi
kegiatan-kegiatan seminar pendidikan, keagamaan dan kebangsaan.
Tak ayal melihat kiprahnya
yang demikian hebat, dua tahun kepulangannya Anies langsung terpilih sebagai
rektor Universitas Paramadina, sebuah universitas yang dibangun dengan modal
warisan intelektual dan nama besar almarhum Nurcholis Madjid yang mendunia.
Saat itu usianya baru menginjak 38 tahun, ia pun dianugerahkan sebagai Rektor
Termuda di Indonesia.
Doktor ilmu politik dari
Northern Illinois University, AS, ini lahir dari keluarga pendidik yang
menyimpan tekad untuk turut membangun bangsa melalui jalur pendidikan.
“Kami tidak berencana
menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia, tapi kami berencana mengajak
semua pihak turun tangan menyelesaikan masalah pendidikan Indonesia. Problem
yang ada di bangsa ini luar biasa banyak. Tidak bisa kita berharap satu orang
menyesaikan every single detail,” ujar Anies.
Tergugah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, Anies pun mendirikan gerakan pendidikan baru yaitu
Indonesia Mengajar. Sebuah program yang merekrut anak-anak muda terbaik lulusan
perguruan tinggi di Indonesia untuk mengabdi sebagai guru di sekolah-sekolah
dasar yang berada di pelosok Indonesia.
Lewat program Indonesia
Mengajar, Anies mengajak para pemimpin muda Indonesia yang telah selesai
berkiprah di dunia kampus, untuk terjun ke desa-desa di pelosok negeri yang
tanpa listrik, tanpa sinyal telepon. Menyebarkan harapan, memberikan inspirasi,
dan menggantungkan mimpi bagi anak-anak negeri lewat kehadiran para lulusan
terbaik universitas ternama.
Ini pembuktian bahwa Anies
ingin membangun Indonesia dengan langkah sederhana yang konkrit namun
memberi terang setelah kegelapan. Tak salah jika ia dijuluki sebagai sang guru
bangsa.Bangga? Tentu saja!
http://www.sooperboy.com,
07-08-2014