SMAN 2 BUSUNGBIU, PUCAKSARI, BUSUNGBIU, BULELENG, BALI: MELAYANI DENGAN HATI DEMI PESERTA DIDIK YANG BERAKHLAK MULIA, BERPRESTASI DAN BERTANGGUNG JAWAB

Kamis, 22 Maret 2012

Pengumuman UKA Sertifikasi Guru SMA Buleleng 2012

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan

Nomor 12344/J/KP/2012 tanggal 16 Maret 2012

tentang Penetapan Kelulusan Peserta Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2012, 

dengan ini diumumkan peserta yang dinyatakan lulus UKA dan berhak mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) tahun 2012 sebanyak 248.733 orang.
Selanjutnya, lihat di sini: http://putradnyanagede.blogspot.com/2012/03/pengumuman-uka-sertifikasi-guru-sma.html
readmore »»  

Minggu, 18 Maret 2012

Pengumuman Hasil UKA Guru 2012

Mendikbud Mohammad Nuh mengumumkan hasil akhir uji kompetensi awal (UKA) guru tahun 2012 yang telah dilaksanakan pada bulan Februari 2012. UKA 2012 bertujuan untuk melakukan pemetaan, seleksi kelayakan, dan sebagai tiket masuk ke proses selanjutnya sebelum dinyatakan sebagai guru profesional dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Karena untuk mendapatkan tunjangan profesi, masing-masing guru harus melewati UKA, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), dan Uji Kompetensi Akhir.

Hasil rata-rata nasional UKA 2012 adalah 42,25 yang mencakup seluruh peserta dari jenjang TK sampai jenjang SMA. Lebih lanjut disebutkan bahwa hasil tertinggi nasional adalah 97,0 dan nilai terendah adalah 1,0


Berikut daftar 10 besar provinsi dengan perolehan rata-rata nilai UKA tertinggi:

Peringkat Provinsi Rata-Rata Nilai UKA
1 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 50,1
2 DKI Jakarta 49,2
3 Bali 48,9
4 Jawa Timur 47,1
5 Jawa Tengah 45,2
6 Jawa Barat 44,0
7 Kepulauan Riau 43,8
8 Sumatera Barat 42,7
9 Papua 41,1
10 Banten 41,1

Disampaikan juga 5 provinsi dengan rata-rata nilai UKA terendah, yaitu:

Peringkat Provinsi Rata-Rata Nilai UKA
1 Maluku 34,5
2 Maluku Utara 34,8
3 Kalimantan Barat 35,4
4 Kalimantan Tengah 35,5
5 Jambi 35,7

Peserta yang mendaftar dalam pelaksanaan UKA 2012, sebanyak 285.884. Akan tetapi, yang mengikuti ujian hanya 281.016 orang guru. Sisanya, 4.868 orang guru tidak mengikuti ujian.


Berdasarkan kualifikasi pendidikan, terdapat 211.858 peserta lulusan S1. Sebanyak 34.614 peserta lulusan D2, dan sisa lainnya lulusan SMP, SMA, D1, D3, S2 dan S3. Yang menarik, ada 9 orang peserta UKA lulusan S3. (Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/16/2212161/Inilah.10.Provinsi.dengan.Hasil.UKA.Tertinggi)

readmore »»  

Kamis, 15 Maret 2012

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN KIMIA

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR, KOMPETENSI KERJA ILMIAH, DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN KIMIA

Oleh
Gede Putra Adnyana*)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan 1) aktivitas belajar, 2) kompetensi kerja ilmiah, 3) pemahaman konsep kimia, dan 4) respon postif siswa melalui penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas XII Program IPA semester ke-1 tahun pelajaran 2009/2010. Dan objek penelitiannya adalah 1) aktivitas belajar, 2) komptensi kerja ilmiah, 3) pemahaman konsep kimia, dan 4) respon siswa terhadap penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia.
 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pembelajaran kimia dengan penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia dapat meningkatkan aktivitas belajar, 2) kompetensi kerja ilmiah, 3) pemahaman konsep kimia, dan 4) respon positif siswa. Aktivitas belajar siswa meningkat dari berkategori cukup dengan rerata skor 2,25 pada siklus I, menjadi baik dengan skor 2,88 pada siklus II. Rerata skor kompetensi kerja ilmiah siswa pada siklus I sebesar 2,63 dengan kategori cukup meningkat menjadi berkategori baik dengan rerata skor 3,77 pada siklus II. Rerata skor pemahaman konsep kimia siswa meningkat dari 32,15 pada tes awal, menjadi 62,55 pada siklus I, dan 77,59 pada siklus II. Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran kimia dengan penerapan model problem solving, di mana 76,59% siswa menyatakan setuju dan 16,52% tidak setuju.

Kata kunci: aktivitas belajar, kompetensi kerja ilmiah, dan pemahaman konsep kimia, model problem solving

*) Guru Kimia pada SMA Negeri 2 Busungbiu, Buleleng, Bali

Artikel ini telah dimuat pada Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, ISSN: 2087-9040, Diterbitkan oleh: Ikatan Alumni Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha.

Untuk mendapatkan artikel lengkapnya, silahkan unduh di sini: http://www.ziddu.com/download/18872748/ARTIKELPENERAPANMODELPROBLEMSOLVING.pdf.html
readmore »»  

Rabu, 14 Maret 2012

PENERAPAN MODEL SB-HD BERBANTUAN LKS-2E PADA PEMBELAJARAN KIMIA

PENERAPAN MODEL SB-HD BERBANTUAN LKS-2E PADA PEMBELAJARAN KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

Oleh
Gede Putra Adnyana
(Guru Kimia SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali)

ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) keterampilan berpikir kritis dan 2) pemahaman konsep kimia siswa akibat penerapan Model Siklus Belajar Hipotetis Deduktif (SB-HD) berbantuan Lembar Kegiatan Siswa Eksplorasi Elaborasi (LKS-2E) pada pembelajaran kimia. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas XI Progam IPA.2 yang berjumlah 26 orang dengan rincian 10 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010.

lebih lanjut silahkan kunjungi di: http://putradnyanagede.blogspot.com/2012/03/penerapan-model-sb-hd-berbantuan-lks-2e.html
readmore »»  

Posisi US dan UN pada Kelulusan Siswa

Oleh: Gede Putra Adnyana

Sudahkah siswa memahami posisi ujian sekolah (US) dalam menentukan kelulusan? Fakta, di lapangan menunjukkan bahwa sebagian siswa belum memahami dalam kerangka apa US dilaksanakan. Sebagian besar siswa hanya mengetahui bahwa US berkaitan dengan kelulusan. Lalu, di mana peran US dalam menentukan kelulusan? Nah, pemahaman inilah yang belum komprehensif dipahami siswa. Akibatnya, siswa mempersiapkan diri mengikuti US tanpa mengetahui secara detail peran strategis US.

Ujian Sekolah (US) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh sekolah/madrasah untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi. Ujian sekolah diselenggarakan sebelum penyelenggaraan UN sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh satuan pendidikan. Ujian sekolah dilaksanakan untuk memperoleh nilai Sekolah (NS) setelah digabungkan dengan nilai rata-rata rapor (NR).

Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dirumuskan penentuan NS, yaitu NS = NR + US. Nilai rapor yang digunakan untuk tingkat SMA mulai dari semester 3 sampai dengan semester 5. Dalam hal ini bobot NR sebesar 40% sedangkan US sebesar 60%. Dengan demikian, nilai US lebih signifikan berpengaruh tinimbang NR. Dalam konteks inilah

maka siswa hendaknya mempersiapkan diri lebih baik menghadapi US sehingga diperoleh hasil yang baik. Hal ini karena posisi US sangat strategis dalam menentukan kelulusan siswa. Oleh karena itu sekolah sangat berkepentingan menyelenggerakan US dengan baik dan benar dalam kerangka meningkatkan kualitas kelulusan siswa. Namun, tetap dalam kerangka objektivitas dan kejujuran yang tinggi demi kualitas pendidikan secara keseluruhan. Melakukan kecurangan dengan berbagai modus hanya akan menghancurkan kualitas generasi mendatang yang akhirnya memporakporandakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sungguh suatu fenomena yang patutu dicermati bersama.
 
Nilai sekolah merupakan salah satu unsur untuk menentukan nilai Akhir (NA) setelah digabungkan dengan nilai ujian nasional (UN). Nilai akhir merupakan penentu kelulusan siswa. Formula menentukan nilai akhir, sesuai dengan Permendikbud nomor 59 Tahun 2011 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional yaitu NA = 40%(NS) + 60%(UN). Dari formula ini, dapat disimpulkan bahwa nilai UN ternyata lebih berpengaruh tinimbang NS. Artinya, tingkat kesiapan siswa menghadapi UN harus lebih baik. Apalagi, ada rencana pemerintah melalu kemendikbud untuk menjadikan hasil UN sebagai persyaratan masuk perguruan tinggi negeri. Oleh karena itu, saat ini adalah momentum terbaik untuk dapat menyelenggarakan UN dengan jujur dan adil.
  
Dalam konteks ini diperlukan kesungguhan seluruh stakeholders pendidikan untuk meningkatkan kualitias dan kredibilitas UN.
Ketentuan kelulusan siswa SMA tertuang dalam Peremendikbud nomor 59 Tahun 2011. Sesuai peraturan tersebut, siswa dinyatkan lulus, jika 1) telah menyelesaikan proses pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII, 2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, 3) lulus US/M untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, 4) lulus UN, yaitu rata-rata NA ≥ 5,5 dan tidak ada nilai < 4,0. Ketentuan kelulusan ini hendaknya diketahui oleh siswa sejak dini. Sehingga, ada arah yang jelas di kalangan siswa untuk mempersiapkan diri menghadapi US dan UN. Analisis sederhana terhadap hasil ujian siswa, menemukan bahwa jika rata-rata nilai rapor siswa (NR) sebesar 7,5 dan nilai ujian sekolah (US) sebesar 8,0, serta nilai ujian nasional (UN) mendapatkan 4,0 maka nilai akhir (NA) sebesar 5,5. Artinya, siswa telah memenuhi kriteria kelulusan. Dari hitung-hitungan tersebut, maka

diharapkan ada pemahaman sekaligus kesadaran pada diri siswa tentang pentingnya nilai UN. Siswa hendaknya menyadari, nilai UN < 4,0 sangat riskan dan sangat beresiko terhadap kelulusan siswa. Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, siswa harus mempersiapkan diri lebih serius dengan belajar giat dan kerja keras menghadapi UN. Muara dari semua itu agar siswa dapat lulus dengan hasil yang memuaskan. Semoga. (Penulis: Guru Kimia SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali) 
 
readmore »»  

Sabtu, 03 Maret 2012

Secuil Tentang Penerimaan PNS

Sampai saat ini animo generasi muda menjadi pegawai negeri sipil (PNS) masih tinggi. Pakaian seragam, bersih dan licin serta sepatu hak tinggi menjadi salah satu daya tarik, tinimbang petani atau nelayan yang identik dengan kekotoran. Di lain pihak kerja yang tidak banyak menguras tenaga, sehingga terkesan santai dengan gaji yang lumayan adalah daya tarik lainnya.

Ketika PNS masih menjadi incaran kaula pencari kerja maka kompetisi merebut status itu semakin ketat. Mucullah berbagai permasalahan yang menyertai setiap penerimaan PNS, baik di daerah maupun pusat. Nuansa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak terbantahkan. Bahkan, fenomena suap atau sogok atau uang pelicin atau apalah namanya tak terelakkan serta sudah menjadi pengetahuan publik. Akibatnya, hadirlah PNS yang tidak berkompetensi dan tidak berdedikasi. Kondisi inilah yang akhirnya memunculkan PNS dengan kinerja rendah, rakus, dan tidak bertanggung jawab.

Dalam konteks inilah, patut dilakukan kajian mendalam terhadap sistem penerimaan PNS. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem penerimaan PNS secara terpusat. Artinya, mulai dari kuota, teknik pelaksanaan, pengawasan, pemeriksaan, dan pengumuman pelulusan dilakukan oleh pusat. Dalam hal ini daerah, hanya berkewajiban melakukan analisis kebutuhan PNS pada berbagai bidang. Data dari masing-masing kabupten/kota selanjutnya direkapitulasi provinsi untuk selanjutnya disetor kepada pusat (Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara). Pusat selanjutnya menganalisis kebutuhan serta kemampuan anggaran sehingga dapat diputuskan kuota penerimaan PNS untuk masing-masing kabupaten/kota.

Langkah tersebut relatif mudah dilakukan dan cenderung memperoleh hasil yang objektif. Langkah berikutnya, yaitu mekanisme seleksi PNS di masing-masing kabupaten/kota. Langkah inilah yang sangat rawan dengan KKN. Fakta, di lapangan menunjukkan PNS yang lulus seleksi disinyalir memiliki kedekatan dengan para pejabat di daerah. Kalau tidak anak, mungkin ponakan, menantu, adik, atau ipar. Bahkan, isu tentang suap menyuap sudah menjadi rahasia umum di telinga publik. Pendek kata, seleksi PNS penuh dengan warna kecurangan dan bahkan kejahatan.

Untuk itu, pusat harus membentuk tim yang terdiri dari unsur-unsur yang kredibel dan berkompeten serta tidak mempunyai unsur kepentingan. Dalam hal ini pusat dapat membentuk tim seleksi PNS yang berasal dari unsur akademisi dan teknisi yang independen. Tim ini bekerja melakukan seleksi PNS di masing-masing kabupaten/kota. Dengan catatan, tim yang ditugaskan tidak berasal dari daerahnya sendiri. Argumentasi yang mendasari adalah karena tim pusat yang dibentuk tidak mempunyai kepentingan terhadap calon-calon PNS baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, tim dapat bekerja secara proporsional dan profesional. Di sinilah kualitas tim seleksi PNS akan diuji baik objektivitasnya maupun mentalnya. Tim harus bekerja transparan, jujur, adil, tanpa ada kepentingan, dan penuh tanggung jawab.

Pemeriksaan dilakukan secara terpusat, dengan maksud agar intervensi pihak-pihak yang berkepentingan di daerah dapat diminimalisir. Hasil seleksi juga harus disampaikan oleh pusat, sehingga pihak daerah hanya menerima hasil seleksi tim pusat. Dalam hal ini semua proses harus dilakukan secara transparan dengan memanfaatkan dunia maya, baik web khusus maupun web pusat dan kabupaten/kota. Sehingga, setiap peserta seleksi dapat memantau perkembangannya dengan segera. Muara dari semua ini adalah untuk menghasilkan PNS yang berkualitas. Mungkinkah? Jika ada ketulusan dan keikhlasan, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Semoga. (putradnyana)


readmore »»