SMAN 2 BUSUNGBIU, PUCAKSARI, BUSUNGBIU, BULELENG, BALI: MELAYANI DENGAN HATI DEMI PESERTA DIDIK YANG BERAKHLAK MULIA, BERPRESTASI DAN BERTANGGUNG JAWAB

Jumat, 16 September 2011

KIS-SMANDAB Sumbangkan 2 Piala


PERJUANGAN BARU DIMULAI

Kehadiran kelompok ilmiah siswa SMAN 2 Busungbiu (KIS-SMANDAB), diyakini merupakan salah satu elemen untuk meningkatkan prestasi dan prestise sekolah. Keyakinan ini ternyata terbukti dengan disumbangkannya 2 piala sekaligus oleh tim KIS-SMANDAB yang berlaga pada ajang LKTI Sains tingkat provinsi di Undiksha Singaraja. Kompetisi ini diselenggarakan dengan maksud untuk memberikan motivasi sekaligus menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan permasalahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. LKTI Sains Undiksha SMA/SMK Se-Bali Tahun 2011, dilaksanakan hari Rabu, tanggal 14 September 2011.

Ini adalah perjuangan perdana dari tim KIS-SMANDAB yang baru seumur jagung. Namun, kesungguhan dan keikhlasan diyakini mampu membawa berkah. Karena, melalui KIS akan ditumbuhkembangkan kesadaran untuk menghargai orang lain, mencermati kompetensi orang lain, sehingga mampu melakukan refleksi diri dalam mereduksi kesombongan. Semua itu dilakukan agar tidak terjebak dengan situasi “bagai katak di bawah tempurung”.

Persaingan untuk meraih juara tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Begitu banyak hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan (HTAG) yang harus dihadapi. Namun, dengan rasa percaya diri tim KIS-SMANDAB mampu menjadi finalis pada LKTI Sains Undikhsa 2011. Persaingan untuk meraih juara diakui sangat berat. Para peserta finalis LKTI bahkan berasal dari sekolah yang berkategori rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Persiapan dan pengalaman mereka, serta dukungan sekolah pasti sangat baik. Jam terbang yang lebih banyak tentu tidak dapat dipandang sebelah mata. Nah, dalam konteks inilah partisipasi KIS-SMANDAB hadir dalam kerangka mendapatakan pengalaman dan meningkatkan jam terbang demi peningkatan kompetensi untuk menghadapi lomba-lomba berikutnya.

Adalah Ayu Cinthya A.P. dan Yoga S. Salah satu tim KIS-SMANDAB yang dinyatakan sebagai finalis LKTI Sains Undiksha 2011. Tim ini mengangkat topik tentang potensi urine kambing sebagai pupuk organik cair. Berbagai pertanyaan, kritik, dan saran meluncur deras dari 3 dewan juri. Ketiga dewan juri itu berasal dari jurusan fisika, kimia, dan biologi. Oleh karena itu masukan yang diterima tim relatif kompleks. Semua itu dijadikan sebagai bahan refleksi guna meningkatkan kualitas tulisan di masa mendatang. Walau demikian, kehadiran tim penulis ini pada finalis LKTI adalah terobosan baru dan sekaligus prestasi yang luar biasa. Apresiasi yang tinggi patut diberikan kepada tim oleh seluruh stakeholders SMAN 2 Busungbiu.

Tim KIS-SMANDAB ke-2 yang masuk finalis adalah karya tulis Dian Fitriani dan Dw. Gd Suarjaya. Karya tulis tim ini mengangkat permasalahan Biogas melalui intervensi penambahan EM4. Begitu banyak masukan yang diberikan oleh dewan juri kepada tim peneliti. Semua masukan itu adalah informasi sangat berharga untuk meningkatkan kualitas karya tulis berikutnya. Dewan juri yang bergelar doktor dan bahkan profesor, tentulah memiliki penilaian tertentu terhadap hasil karya siswa. Oleh karena itu, apapun keputusan dewan juri akan dijadikan sebagai bahan refleksi untuk terus meningkatkan kulitas.

Perjuangan KIS-SMANDAB baru dimulai. Perjuangan masih panjang. Tantangan pun membentang. Jika kita terpaku hanya pada kegiatan internal sekolah, maka wawasan tidak pernah terbuka. Keberanian untuk berkompetisi dan melihat kemampuan sekolah lain adalah keniscayaan untuk mengukur prestasi dan prestise sekolah. Semoga kehadiran KIS-SMANDAB menjadi awal yang mulia untuk memulai kemuliaan. (Pembimbing KIS-SMANDAB: Gede Putra Adnyana).

readmore »»  

Kamis, 15 September 2011

Teori Belajar Vs Teori Pembelajaran


TEORI BELAJAR DAN TEORI PEMBELAJARAN
Oleh
Gede Putra Adnyana

Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5). Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan juga pada data yang diamati. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, proposisi berarti rancangan usulan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 899). Dengan demikian proposisi dalam kaitannya dengan teori, berarti rancangan gagasan untuk memprediksi dan mejelaskan fenomena-fenomena. Salah satu fenomena itu adalah belajar dan pembelajaran yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecendrungan perilaku (De Cecco & Crawford, 1977 dalam Ali, 2000: 14). Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat diamati . Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecendrungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Gagne (1977) seperti yang dikutip Miarso (2004), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Proses belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh pebelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas maupun di luar kelas (Soedijarto, 1993: 94). Proses belajar yang berkulitas dan relevan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Belajar merupakan kegiatan aktif pebelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada pebelajar dalam membangun gagasan (Depdiknas, 2002). Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pebelajar untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja. (Dryden, G. dan Jeannette V., 2002: 195). Hal ini akan memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.
Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Lozanov (1978), mengatakan bahwa sampai sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu berlangsung (DePorter, B., 2002: 3). Ini berarti, dalam pembelajaran diharapkan dapat mengarahkan perhatian pebelajar ke dalam nuansa proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini, sesuai dengan empat pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO, yaitu 1) to learn to know (belajar untuk berpengetahuan), 2) to learn to do (belajar untuk berbuat), 3) to learn to live together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan 4) to learn to be (belajar untuk jati diri) (Sadia, 2006). Untuk itu diperlukan membangun ikatan emosianal dengan pebelajar, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Dengan kondisi seperti itu, siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran (Walberg, 1997 dalam DePorter, B., 2002: 23). Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan pembelajaran, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif dan efesien.
Ada perbedaan yang prinsip antara teori belajar dengan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif, karena tujuan utamanya memeriksa proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif, karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal (Bruner dalam Degeng, 1989 dalam Budiningsih, 2005: 11). Teori belajar lebih fokus kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga berhubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam teori belajar, kondisi dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Dengan demikian, dalam pengembangan teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi. Hubungan antara variabel-variebel pembelajaran pada teori belajar, disajikan pada diagram berikut:
Kondisi
Pembelajaran
Metode
Pembelajaran
Hasil
Pembelajaran





Dalam pengembangan teori belajar, hasil yang diamati adalah hasil pembelajaran nyata (actual outcomes) dalam pengertian probabilistik, yaitu hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa jadi bukan merupakan hasil pembelajaran yang dinginkan. Oleh karena teori belajar adalah deskriptif, maka menggunakan struktur logis “Jika …., maka …..” (Landa dalam Degeng, 1990 dalam Budiningsih, 2005: 13). Sebagai contoh, ”Jika materi pelajaran (ini suatu kondisi) diorganisasi dengan menggunakan model elaborasi (ini suatu metode) maka perolehan belajar dan retensi (ini suatu hasil) akan meningkat”. Dalam  proposisi teori belajar tersebut, model pengorganisasian pembelajaran (model elaborasi) ditetapkan sebagai perlakuan, di bawah kondisi karakteristik isi pelajaran, untuk memerikan perubahan unjuk kerja (actual outcomes), berupa peningkatan perolehan belajar dan retensi. Dengan demikian teori belajar menyatakan bahwa, apa yang terjadi secara psikologis bila suatu tindakan belajar dilakukan oleh seseorang.
Pada teori pembelajaran, fokus diarahkan kepada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Oleh karena itu teori pembelajaran berhubungan dengan upaya mengontrol variable-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat mudah belajar. Dalam hal ini, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai givens, dan metode yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang diamati. Jadi, kondisi dan hasil pembelajaran sebagai variabel bebas, sedangkan metode pembelajaran sebagai variabel tergantung.
Teori pembelajaran adalah goal oriented, artinya, teori pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai tujuan (Reigeluth, 1983; Degeng, 1990 dalam Budiningsih, 2005: 12). Oleh karena itu, variabel yang diamati dalam teori pembelajaran adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan. Hubungan antara variable-variabel tersebut, disajikan pada bagan berikut:
Kondisi
Pembelajaran
Hasil
Pembelajaran
Metode
Pembelajaran





Hasil pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori pembelajaran adalah hasil pembelajaran yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu. Dengan demikian teori pembelajaran berisi seperangkap preskriptif guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di bawah kondisi tertentu. Adapun proposisi yang digunakan dalam teori pembelajaran adalah “Agar …., lakukan ini” (Landa dalam Degeng, 1990 dalam Budiningsih, 2005:13). Sebagai contoh, “Agar perolehan belajar dan retensi (suatu hasil) meningkat, organisasilah materi pelajaran (suatu kondisi) dengan menggunakan model elaborasi (suatu metode). Dalam proposisi teori pembelajaran, peningkatan perolehan belajar dan retensi ditetapkan sebagai hasil pembelajaran yang diinginkan, dan model elaborasi yang merupakan salah satu model untuk mengorganisasi materi pelajaran, dijadikan metode yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam teori pembelajaran harus terdapat variabel metode pembelajaran. Oleh karena itu teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri peserta didik. Jadi, dalam teori pembelajaran, terdapat preskripsi tindakan belajar yang harus dilakukan agar proses psikologis dapat terjadi.
Teori belajar dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu teori sebelum abad ke-20 dan teori belajar abad ke-20. Yang termasuk teori belajar sebelum abad ke-20, yaitu teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah, dan teori apersepsi. Teori belajar sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis atau spekulatif, tanpa dilandasi eksperimen. Sedangkan teori belajar abad ke-20, dibagi menjadi dua macam, yaitu teori belajar perilaku (behavioristik) dan teori belajar Gestalt-field. Teori belajar perilaku (behavioristik), berlandaskan kepada stimulus-respons sedangkan teori belajar Gestalt-field, berlandaskan kepada segi kognitif (Ali, 2000: 20). Beberapa teori belajar perilaku (behavioristik), diantaranya Teori Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov dan didukung oleh John B Watson, Teori Law Of Effect oleh Edward Lee Thorndike dengan pendukungnya Clark Hull, serta Teori Operant Conditioning oleh Skiner (Dahar, 1989: 39). Sedangkan teori belajar Gestalt-field (teori belajar kognitif), meliputi teori belajar bermakna oleh Ausubel, teori belajar pemahaman konsep oleh Jerome Bruner, teori Webteaching oleh Norman, teori Hirarki belajar oleh Gagne, dan teori perkembangan oleh Piaget. Teori Piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif.  Teori belajar Piaget berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.  Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan teori Piaget sangat berkaitan dengan teori belajar konstruktivistik (Ruseffendi, 1988 dalam Hamzah, 2001). Pernyataan ini didukung oleh Sadia (2006), yang mengemukakan bahwa pandangan konstruktivisme berakar pada teori struktur genetik Piaget. Berdasarkan teori perkembangan kognitif yang dikembangkannya, Piaget juga dikenal sebagai konstruktivis pertama. (Penulis: Guru Kimia pada SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali).

Referensi
Ali, H.M. 2000. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Cetakan ke-10. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo
Budiningsih, C.A. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Cet. Ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas
DePorter, B. 2002. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Ruang Kelas. Penerjemah, Ary Nilandari. Edisi 1. Cetakan ke-10. Bandung: Kaifa
Dryden, G. dan Jeannette V. 2002. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan “Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran. Penerjemah: Ahmad Baiquni. Bandung: Kaifa
Miarso, Y. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Edisi Ke-1. Cet. 1. Jakarta: Kencana
Sadia, I W. 2006. Landasan Konseptual Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar. Materi Perkuliahan Landasan Pembelajaran. PPS Undiksha Singaraja
Sadia, I W. 2006. Model Pembelajaran Konstruktivistik (Suatu Model Pembelajaran Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme). Materi Perkuliahan Landasan Pembelajaran. PPS Undiksha Singaraja
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Cetakan ke-4. Jakarta: Balai Pustaka
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan kedua. Jakarta: Balai Pustaka

readmore »»  

Senin, 12 September 2011

Pengintegrasian Nilai Karakter Bangsa



Pengawas pada SMAN 2 Busungbiu, I Dewa Made Sukabawa, didampingi kepala SMAN 2 Busungbiu, I Made Pasek, memberikan motivasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan dalam kegiatan In House Training (IHT) sehari, Pengintegrasian Nilai Karakter Bangsa pada Pendidikan di sekolah. Dalam kesempatan tersebut, ditegaskan bahwa pentingnya mengintegrasiakan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, mulai dari KTSP, Silabus, dan RPP. Keberhasilan penanaman Nilai Karakter Bangsa terlihat dari situasi dan kondisi sekolah, kelas, dan pelaksanaan pembelajaran.
readmore »»  

Rabu, 07 September 2011

Menumbuhkembangkan Kecerdasan Otak Anak


MENUMBUHKEMBANGKAN KECERDASAN OTAK ANAK
Oleh: Gede Putra Adnyana
(Guru SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali)

Tidak dapat dimungkiri bahwa kecerdasan seseorang dipengaruhi dua faktor utama. Kedua faktor itu, yaitu faktor dalam yaitu gen dan faktor luar, seperti lingkungan dan pola asuh orang tua. Walau demikian, kecerdasan anak dapat dibangun melalui pendidikan, latihan, dan pembiasaan. Kecerdasan anak sangat cepat berkembang saat baru lahir sampai umur dua tahun. Oleh karena itu, pada rentang waktu tersebut perhatian harus dicurahkan untuk menumbuhkembangkan kecerdasan anak. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengasah kecerdasan otak anak, terutama pada dua tahun pertama kehidupannya. Paling sedikit terdapat tujuh upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkembangkan kecerdasan otak anak.

1. Memelihara Kesehatan Calon Ibu
Patikan bahwa calon ibu memiliki kesehatan yang baik dan cukup gizi. Untuk itu, calon ibu harus menghindari zat berbahaya seperti alkohol, obat-obatan, rokok, dan merkuri yang diketahui berbahaya bagi perkembangan otak bayi. Adalah sangat baik, jika calon ibu dapat memenuhi kebutuhan gizi khusus untuk perkembangan otak bayi, seperti asam folat dan minyak ikan. Namun, perlu kehati-hatian jika calon ibu menggunakan obat. Hal ini karena saat kehamilan embrio sangat rawan dengan perubahan situasi dan kondisi rahim. Patut disadari, bahwa sesungguhnya obat adalah racun bagi tubuh. Setiap zat baru yang belum pernah dikenal tubuh atau tidak ada di dalam tubuh akan dikenali sebagai racun oleh tubuh. Sehingga, hampir dipastikan mengkonsumsi obat dapat mempengaruhi metabolisme tubuh.

2. Pastikan Memberi ASI
Definisi menyusui yang tidak dapat diganggu gugat adalah memberi air susu ibu (ASI) kepada bayi. Oleh karena itu memberi air susu bukan dari ibu tidak dapat dikatakan sebagai kegaiatab menyusui. Menyusui dan ASI adalah dua hal yang sepatutunya tidak dapat dipisahkan. Menyusui dengan ASI menjadi sangat signifikan dalam menjaga dan menumbuhkembangkan kecerdasan otak anak. Karena, salah satu unsur terpenting dalam ASI adalah asam docosahexaenoic (DHA). Zat ini merupakan asam lemak esensial yang baik untuk perkembangan otak. Berdasarkan manfaat itulah, maka banyak perusahaan pemasaran makanan telah mencoba untuk membuat DHA sintetik di laboratorium. DHA sintetik selanjutnya ditambahkan pada makanan bayi. Namun, hasil penelitian menunjukkan belum ada yang bisa menyamai DHA alami seperti yang terdapat dalam ASI. Oleh karena itu ASI adalah gizi terbaik yang belum tergantikan. Jadi jangan ragu untuk memberi ASI pada bayi demi kecerdasan otak anak.

3. Pembelajaran Sejak Dini
Pembelajaran kepada anak semestinya dilakukan sejak bayi. Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan adalah dengan membacakan buku (cerita) kepada bayi. Meski bayi mungkin belum memahami isi cerita yang dibacakan, namun membaca terus-menerus akan membantu bayi untuk mendengar, mengenali kata-kata dan artinya. Proses ini relevan dan signifikan dalam membantu cara bicara dan membangun kosa kata bayi. Sejak dini harus dibangun pikiran positif pada bayi, bahwa bayi mampu belajara dengan baik. Jangan berpikiran bahwa bayi tidak mampu belajar, dia akan belajar dengan caranya sendiri dan begitu mudah mempelajari hal baru. Dengan demikian mengajak bayi untuk belajar sejak dini melalui cerita adalah upaya untuk menumbuhkembangkan kecerdasan otak bayi.

4. Mainan Yang Mencerdaskan
Masa anak-anak adalah  masa bermain. Oleh karena itu memilihkan mainan sesuai dengan kondisi anak adalah keniscayaan. Mainan yang tepat harus sesuai dengan tahap perkembangan biologi anak. Dalam hal ini orang tua dapat memilihkan mainan sederhana sehingga tidak membuat bayi frustasi. Salah satu mainan yang sederhana tetapi bermakna untuk perkembangan otak adalah mainan buka tutup. Mainan buka tutup mampu menggasah imajinasi serta membantu membangun koordinasi antara mata dan tangan. Hendaknya disadari bahwa terlalu banyak mainan saat ini yang hanya untuk kesenangan saja tanpa ada unsur edukasinya. Apalagi perkembangan media televisi yang begitu gencar mempromosikan mainan baru dan terkadang tidak mendidik. Oleh karena itu setiap orang tua hendaknya cerdas memilih dan memilah mainan yang mampu mencerdaskan anak.

5. Bermain Dengan Isyarat
Terkadang bahasa tubuh lebih mudah dipahami oleh anak. Pada umumnya anak lebih cepat mengerti perubahan tubuh orang tuanya ketimbang bahasa yang diucapkan. Oleh karena itu mengajak bayi untuk mempelajari bahasa isyarat atau tanda-tanda adalah keniscayaan. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang berusia 4 (empat) bulan sudah mampu memahami bahasa isyarat. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa menggunakan bahasa isyarat mengarah ke peningkatan dalam bahasa lisan serta IQ yang lebih tinggi. Dengan demikian interaksi fisik antara anak dengan orang tua adalah hal yang tak bisa ditawar-tawar untuk menumbuhkembangkan kecerdasan otak anak.

6. Memperkenalkan Banyak Bahasa
Selama perkembangan anak dikenal adanya usia emas. Pada saat itu anak sangat mudah belajar apapun, termasuk belajar bahasa. Oleh karena itu, sejak bayi anak dikenalkan dengan beberapa bahasa. Perkenalkan kepada anak untuk mendengar suara dan kosakata dari bahasa asing. Salah satu cara adalah dengan memutarkan film dengan bahasa asing. Hal ini diyakini dapat meningkatkan kosakata anak terhadap beberapa bahasa. Beberapa penelitian menunjukkan pengenalan bahasa asing sebaiknya dimulai setelah anak lancar berbahasa ibu. Dengan demikian semakin banyak siswa mengenal bahasa, semakin banyak kosa kata yang dimiliki, dan semakin baik perkembangan kecerdasan otak anak.

7. Perbanyak Interaksi Fisik
Interaksi fisik antara orang tua dan anak diyakini berpengaruh terhadap kondisi psikologi anak. Belaian dan sentuhan kepada bayi sangat penting untuk pertumbuhan emosionalnya. Membelai rambut, tungkai dan tubuh juga membantu membuat koneksi neurologis yang penting untuk perkembangan otak. Ini juga akan membantu memperkuat ikatan orang tua dengan bayi. Dengan demikian interaksi dengan bayi adalah keniscayaan. Bisu ketika mendampingi bayi bermain, tidak baik untuk perkembangan bahasa anak. Kontak fisik melalui sentuhan dan belaian, dan bahkan nyanyian dapat merangsang kecerdasan otak anak. (Penulis: Guru Kimia pada SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali)

Semoga bermanfaat
Adakah upaya lain? Silahkan diberi komentar!

Tulisan ini juga tersedia di:

readmore »»  

Senin, 05 September 2011

Hasil UH-3 Kimia XI-IPA.2 (Gasal, 2011/2012)


DAFTAR NILAI SISWA SMAN 2 BUSUNGBIU

MATA PELAJARAN      : KIMIA
KELAS                   : XI – IPA.2
KOMPETENSI DASAR   : Menjelaskan teori atom Bohr dan mekanika kuantum untuk menuliskan konfigurasi elektron dan diagram orbital serta menentukan letak unsur dalam tabel periodik
NO
NAMA SISWA
NIS
UH-3
1
Adi Indra Suari Ni Luh Putu
806


93
2
Adi Pradita I kadek
859


100
3
Anditya Putra Putu
798


66
4
Arianiasih Luh Putu
810


48
5
Arta Susila K I Kadek
885


59
6
Bagus Andika M Pande
900


52
7
Bayu Kusuma I Made
829


45
8
Darmawan I Kadek
868


90
9
Dendi Mahardika I Gede
879


45
10
Dwi Wahyuni Desak Made
804


83
11
Ebi Saubianto I Ketut
830


55
12
Edi Pratama Gede
853


34
13
Edi Suartana Kadek
874


45
14
Era Diantari Ni Kadek
843


59
15
Eri Wiadnyana Kadek
858


90
16
Gayatri Ade Pratiwi I Ketut
770


55
17
Hapy Andayani Komang
809


45
18
Juliana Kadek
870


66
19
Juliana Luh
838


28
20
Lesmana Putra I Made
783


62
21
Lisna Dewi Ni Ketut
851


66
22
Mira Yani Putu
847


45
23
Nanik Andriana Ni Putu
842


59
24
Odi Marantika Putu
856


59
25
Prawira Santosa Gede
831


86
26
Rina Sukmaningsih
881


86
27
Rita Yani Ni Putu
848


83
28
Santi Paramita Ni Ketut
884


69
29
Sari Andayani Ni Luh
880


62
30
Sintia Devi Ni Kadek
833


72
31
Solehatun Najah
878


48
32
Sri Juli Purnamiasih Ketut
815


66
33
Suardiartha Ida Bagus Nyoman
889


62
34
Suardika Dewa Made
795


31
35
Suarningsih Ni Made
812


76
36
Sudiarta I Putu
854


72
37
Sumiati Ketut
801


79
38
Tresia Dewi Ni Made
844


69
39
Trisna Widiastuti Komang
808


79
40
Yeni Indrayani Ni Made
882


48
41
Cortina Zona Hary Purnama



14
Rerata nilai
62,22
Jumlah siswa tuntas
13
Jumlah siswa tidak tuntas
28
Daya serap
62,22%
Ketuntasan belajar
31,71%

Mengetahui
Kepala SMA Negeri 2 Busungbiu

I Made Pasek, S.Pd
NIP. 19640622 198803 1 011
Pucaksari
Guru Mata Pelajaran

Gede Putra Adnyana
NIP. 19681201 199103 1 005
readmore »»